AKU DAN MALAM PERTAMAKU

AHAD, 14 Mei 2006…. Kala itu riang gembirang suasana hatiku. Nuansa pagi yang cerah, siang… matahari kian menyengat. Kulihat wajah-wajah yang berseri penuh senyuman menghiasi hari-hari itu. Dalam sebuah sketsa ruangan kita berkumpul. Panas, hingga keringat kelihatan deras membasahi tubuh. Tapi tiada kita rasa. Yah, karna di situ ada kekuatan, yaitu kekuatan kasih sayang yang terlahir dari lubuk hati kita. Aku yang kala itu kelihatan asing dimata kalian, kalian menyapaku dengan sapaan jiwa; Akh Budi, Nuansa, Ahmad, Luthfi, Mas Sigit, Udin, Putra Merapi, Mama Reza, Mbak Arifah, Ambar, Ajri, Nita, Karsih, Dzakiyah Ulfah, Rizkiyati dan…. ah barangkali masih ada beberapa yang aku lupa namanya. Raut wajah ceria kalian kala kita kenalan, itulah yang tak mungkin bisa terlupakan. Hingga terbentuklah sebuah keluarga. Keluarga yang sungguh berbeda dari yang ada di rumah kita. Harapan-harapan kita bersama dalam ikatan ini mulai tumbuh. Sungguh senang, gembira kala itu kita rasa. Tapi… sinar mentari kian lama kian memudar. Menyambut sang malam yang sebentar lagi kan singgah. Wajah-wajah kalian pun memudar dari pandanganku.

Sebulan kemudian….. kita berkumpul kembali. Seperti saudara yang sedang merantau. Sungguh senangnya kala bertemu lagi. Mulailah kita membentuk nama Forspent. Sungguh, kita semua yakin Allah-lah yang berkehendak kenapa kita memakai nama keluarga kita dengan nama itu. Mungkin suatu saat nanti, nama itulah yang kan kita kenang selalu. Acara kajian pun kini di hadiri oleh beberapa orang lagi. Berarti Allah telah menambah saudara untuk kita.

Hari-hari pun terus berjalan. Mengiringi setiap detik yang terlewat. Amanah-amanah baru mulai muncul. Aku pun kian bertambah azzam untuk senantiasa bersama kalian. Terkenang… malam Deklarasi Forspent, aku ikut siaran dengan Luthfi di radio, sambil menunggu akh Budi. Jam 20.30 lebih akh Budi baru datang membawa 2 box yang berisi snack dan buah dari Sragen. Mungkin itulah resikonya menjadi ketua. Harus rela apapun yang dia kerjakan. Malam ini pun aku dan Luthfi dapat jatah buat beground dan nyeting tempat untuk acara deklarasi. Jam 22.00 lebih kami baru sampai di aula Pakym. Terlihat pintu gerbangnya ditutup. Kami pun jadi panik, kesal…. Ah…. Acara deklarasi forspent besok pagi. Malam ini juga semua perlengkapan harus jadi. Akhirnya… ada juga yang melewati dekat pintu gerbang. Kontan saja kami cepat-cepat memanggilnya. Ketika masuk aula, kami pun malah bingung. Cuma kami berdua yang harus nyelesekan beground dan nyeting tempat, apa bisa selesai. Tapi rasa-rasa pesimis itu berusaha kami buang. Mulailah membuat tulisan, memotong dan menempel. Belum selesai memotong tulisan aku harus sendirian memotongnya, karna si Luthfi gak kuat ngantuk. Ku hanya bisa memakluminya, mungkin dia kecapekan. Sedikit-demi sedikit dengan hati-hati ku buat tulisan sendiri. Hanya nyamuk-nyamuk bertebaran yang menemaninya. Tiada terasa jam di dinding menunjukkan pukul 02.00, ku berusaha untuk menempel-nempel tulisan di kain beground. Tapi Alhamdulillah, tak ada satu jam aku sanggup selesaikan menempelkannya. Aku pun ikut tidur. Sungguh, rasanya ingin pulang ke kost. Aulanya banyak nyamuknya, hingga tak bisa buat tidur nyenyak. Tak tau, berapa menit aku bisa memejamkan mata,…. Tiba-tiba terdengar suara azan dari balik dinding. Ternyata sholat telah tiba waktunya. Matakupun pedas. Aku berusaha membangunkan Luthfi. Yah… sungguh malam ini malam yang buat aku jadi pusing karna kurang tidur.

Sinar mentari bersinar lagi, menyapa kilauan si embun pagi. Ku siapkan segalanya untuk acara deklarasi. Langkah pasti ku ayunkan. Ku sambut kehadiran teman-temanku seperjuangan. Tapi, ah… mana ni orang yang ikut deklarasi yah. Perasaan sudah jam 09.00 gak ada yang datang. Yang datang Cuma pengurus saja. Aku Cuma bisa berharap, mungkin masih dalam perjalanan. Jam 10.00 acara baru mulai. Meski acara tak sesuai rencana. Aku pun berusaha untuk selalu optimis. Selesai acara…. Aku yakin teman-teman pada capek semua. Tapi kita sempat berkumpul, ngobrol-ngobrol tentang keluarga kita forspent. Kenapa dari pihak pimpinan radio tidak menyempatkan hadir untuk acara deklarasi. Padahal acara deklarasi kan sebagai acara utama forspent, dan juga bertepatan dengan miladnya radio. Kita pun hanya bisa merenung, menerima kenyataan. Ada kata-kata yang tiba dari satu diantara kita ”Sebenarnya pihak radio kurang begitu menerima kehadiran kita diforspent dalam radio ini. Kita sepert di anak tirikan. Kalau kita ketahui, kita ada karena kita juga memperhatikan atau perhatian dengan radio agar bisa maju.” Entah kenapa, aku terlarut dalam kesedihan. Ku pandangi wajah teman-temanku. Semua …. Sedih… dan pilu. Tapi aku pun berusaha mengatakan kepada mereka, “teman-teman semua, kita hadir di sini bukan untuk terkenal, tapi untuk dikenal dan berkenalan hingga nanti terbentuk ikatan kekeluargaan. Karena Allah kita bisa bertemu, maka apa yang terjadi pada forspent saat ini adalah bentuk perjuangan kita. Dan kita tak boleh menyalahkannya.” Mungkin itulah yang bisa aku utarakan. Tapi setelah itu kita akhirnya membuat kesepakatan, kita lebih banyak silaturahim agar ukhuwah ini selalu indah kita nikmati.

Mulailah aku sering main ke radio untuk sekadar silaturahim. Tak taunya ada bebarapa teman-teman yang juga sering ke radio. Tapi apa mungkin kita Cuma buat acara silaturahim saja. Tak hanya itu, kita pun berusaha untuk membuat acara lain. Acara kajian, inilah salah satu pula sebagai jembatan untuk bisa bertemu dan bersilaturahim. Inilah suatu moment yang baru kita coba untuk mengadakan kajian rutin setiap bulan sekali. Saat itu, Sabtu sore aku, Luthfi dan Dzakiyah berencana pergi ke rumah Ambar untuk mengclearkan kesiapan acara kajian Ahad paginya. Sore itu pula langit mendung, aku dan Luthfi naik motor tahun 1990an. Ku berjalan di belakan Dzakiyah, karna yang tau rumahnya Ambar hanya dia. Mungkin saja sudah menjadi kebiasaan tingkah laku anak muda. Aku dan Luthfi berjalan mengendarai sepeda motor sambil ngobrol, akhirnya ketinggalan dengan Dzakiyah. Sebagai anak muda pula tak tanggung-tanggung kami lewati arah jalur lurus jalan raya dengan PD, karna pasti Dzakiyah lewat arah lurus. Ternyata kami sampai pada sebuah jalan pertigaan, hingga buat kami bingung mana jalan yang harus kami lalui. Kontan saja Luthfi ambil HP dan telp Dzakiyah. Ternyata Dzakiyah masih di belakang, tadi berhenti di toko beli sesuatu. Kami pun di beri ancar-ancar duluan, kalau nanti jalan melewati keratonan. Nah rumah Ambar di dekat keratonan. Tak tanggung-tanggung aku dan Luthfi langsung tancap gas. Sampai juga kami didekat keratonan. Ku mencoba Tanya-tanya pada orang rumahnya Ambar plus ciri-ciri orangnya. Kami pun disuruh masuk pintu gerbang keratonan. Ketika kami masuk ada anak-anak yang bermain bola, kami pun menanyakan rumah ambar yang mana, karna ada beberapa deret rumah di situ. Alhamdulillah kami di tunjukkan rumahnya Ambar. Disela-sela jalan aku lihati bentuk keratonan. Ku ketuk pintu dengan sapaan “Assalamu’alaikum….” Terjawab; “Wa’alaikumussalam dari dalam rumah.” Ada seorang bapak yang membuka pintu, dan kami pun kontan bertanya bertanya pada Bapak; “Apa benar ini rumahnya mbak Ambar?”. “Benar.” Jawab Bapak. “Silahkan masuk. “ Kami pun masuk dan menempati kursi. Rumah mungil yang cukup sederhana. Disela-sela kami duduk, bapak bertanya: “mau ketemu sama Ambar”. “Ya pak. Ni mau mempersiapkan buat acara besok.” Jawab kami. Bapak itu pun pergi ke dalam memanggil Ambar. Tak lama kemudian, bapak menemui kami kembali dan berkata: “Ambar masih tidur itu. Kayaknya kecapekan setelah tadi ada acara.” Tiba-tiba HPku bedering, ternyata telp dari Dzakiyah; “Antum pada nyampe mana Akh? Ni aku sudah di rumah Ambar.” Aku pun jawab; “Kalau aku dan Luthfi sudah di dalam rumahnya Ambar.” “Lha ini ambar sudah sama saya” sahut Dzakiyah. Aku pun sempat bingung. Kata bapak Ambar baru tidur tapi Dzakiyah bilang sudah sama Ambar. Cepat-cepat kami pamitan keluar dengan bapak. Setelah keluar tiba-tiba Dzakiyah SMS; “Antum salah rumah kali, rumah Ambar dari pertigaan keratonan ke kiri.” Huggh…h… ternyata memang benar kami salah rumah, tadi pertigaan kami belok kanan bukan kiri. Duh Rabbi, andai tadi Ambar yang sedang tidur bangun dan keluar, alangkah malunya kami. Muka kami tak taruh dimana….?????

Meski sempat terjadi hal sepert itu, tapi tak mengurangi semangatku untuk silaturahim. Aku dan anak-anak forspent mulai menggalang untuk silaturahim ke rumah sesepuh forspent. Subhanallah aku temukan keindahan dan kenikmatan silaturahim. Canda dan tawa menghiasi suasana, saling mengutarakan masalah yang dihadapi, harapan-harapan untuk masa depan. Semuanya terungkap, tanpa tertutupi. Ketika ada yang sakit segera kita tengok dan beri motivasi. Karna kita adalah saudara dalam keluarga. Melalui itulah forspent jadi termotivasi untuk menghadirkan kegiatan-kegiatan; (Kajian rutin, bedah buku, rihlah, ifthor-buka puasa bersama, halal bi halal), hingga itulah moment-moment yang mengisi hari-hari untuk dijadikan kenangan.

Kebahagiaan dalam kebersamaan memang tak selalu ku nikmati selamnya. Ternyata Akh Budi sebagai ketua forspent kala itu harus hijrah ke luar kota untuk amanah kehidupannya. Kini yang ikhwan yang harus meneruskannya Cuma aku, Luthfi dan kusmadi. Disamping itu Aku juga bahagia teman-temanku sudah bisa menyempurnakan separoh diennya (Mbak Arifah-Ridwan, Iquq-Udin, Luthfi-Desy, Alfi-Anto, Ambar-Fajar, Kusmadi-Atik, Ajri-Supri). Meski aku juga gak terlalu banyak berharap kelak kebersamaan kami tidak seperti yang dulu. Terkenang ketika Ambar mengadakan acara walimatul ‘ursy-nya. Tak tau kenapa kesedihan seperti melanda. Bagaimana tidak, ambar adalah seorang akhwat yang satu-satunya perangainya selalu ceria tanpa marah. Dia yang mengisi clotehan di kala rapat kelihatan sepi karna sikapnya yang unik. Kini dia kan bersama seseorang, meski Cuma pendengar. Mungkin kami tak bisa sering bersua. Terlihat kala aku ikut mengiringinya sampai ke mobil pengantin, air mata yang ia keluarkan kala melihat kami semua, sungguh detak kesedihan mulai merasuk di hati kami. Seakan-akan ialah air mata kedukaan karna tak bisa dia nanti jarang bisa bersama Forspent. Tapi setidaknya air mata itu ia juga curahkan untuk kebahagiaannya karna tlah ada orang senantiasa menemaninya.

Kini perjalanan forspent semakin lama semakin sunyi. Wajah-wajah ceria dulu semakin lama semakin menghilang. Warna –warna cinta kian lama kian pudar. Kerinduan-kerinduan indahnya kebersamaan dulu kini sering menyapa. Tapi aku berusaha kembalikan ini semua kepada-NYA. Bertemu dan berpisah adalah kehendak-NYA. Aku bersyukur telah diberi kesempatan bisa bersama dengan kalian. Teman, kalian tak bisa tergantikan oleh apa-apa. Semoga teman-teman yang saat ini, bisa menjadi sebuah ikatan seperti kita dulu.

"Disini kita pernah bertemu, mencari warna seindah pelangi, ketika kau menghulurkan tanganmu, membawa ku ke daerah yang baru, dan hidupku kini ceria....

Kini dengarkanlah dendangan lagu tanda ingatanku, kepadamu teman agar ikatan ukhuwah kan bersimpul padu, kenangan bersamamu takkan ku lupa walau badai datang melanda, walau terjerat jasad dan nyawa.

Mengapa kita ditemukan, dan akhirnya kita dipisahkan, mungkinkah menguji kesetiaan, kejujuran dan kemanisan iman, Tuhan berikan daku kekuatan."

Oleh: smart_cerdas@yahoo.co.id mengenang kala pertama kita berjumpa


0 komentar:

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP