MEMAHAMI MAKNA KEHIDUPAN

Menapaki jalan hidup kadang seperti menggoreskan kuas pada sebuah bahan lukisan. Mulus tidaknya goresan tergantung pada jiwa sang pelukis. Jangan biarkan hati kering dan gersang. Karena lukisan akan berbentuk benang kusut.
Bayangkan saat diri tertimpa musibah, ada reaksi dalam tubuh. Tiba- tiba batin diselimuti khawatir rasa takut, tidak aman, cemas dan ledakan perasaan yang berlebih, dan tubuh menjadi tidak seimbang. Hal ini menyebabkan diri kita jatuh sakit. Selain itu nalarpun menjadi tidak sehat. Tidak heran jika orang melakukan hal yang tidak wajar. Seperti marah yang tak terkendali, tertawa dan menangis yang berlebih, frustasi yang berlarut – larut.
Kenapa hal yang tidak enak itu bisa mulus bergulir pada diri manusia. Mungkin itu bisa dibilang normal, sebagai respon spontan dari kecenderungan kuat ingin merasakan hidup tanpa gangguan. Tanpa halangan. Tak boleh ada angin yang bertiup kencang, tak boleh ada duri yang menusuk tubuh. Bahkan kalau bisa tak boleh ada sakit dan kematian buat selamanya.
Ada beberapa hal kenapa kecenderungan itu mengungkung manusia. Pertama salah paham soal memaknai hidup. Kalau hati tidak mampu lagi melihat secara jernih arti hidup, orang akan punya penafsiran sendiri. Misalnya, hidup adalah upaya pencapai kepuasan lahir dan batin. Padahal kepuasan tidak akan cocok dengan ketidak nyamanan, gangguan, dan kesulitan.
Hal ini akan menghalangi seorang mukmin untuk berjihad. Allah SWT berfirman “ Hai orang – orang yang beriman apakah dikatakan kepada kamu “berangkatlah ( untuk berperang ) pada jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu ? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti akhirat ? padahal kenikmatan hidup di dunia ini ( dibandingkan dengan kehidupan ) di akhirat hanyalah sedikit.” ( QS. At – Taubah : 38 )
Kedua, kurang paham kalau keimanan selalu disegarkan dengan cobaan. Inilah yang sulit dipahami. Secara teori mungkin orang tahu dan hafal. Tapi ketika cobaan sebagai sebuah kenyataan reaksi akan lain, iman menjadi Cuma sekedar tempelan.
Firman Allah SWT “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan ( saja ) mengatakan “ kami telah beriman; sedang mereka tidak diuji lagi ?” dan sesungguhnya Kami telah menguji orang – orang sebelum mereka, maka Allah mengetahui orang – orang yang benar dan sesungguh Dia mengetahui orang – orang yang berdusta.” ( QS. Al – Ankabut : 2 - 3 )
Saad bin Abi Waqqosh pernah bertanya kepada RAsulullah SAW “ Ya Rasulullah, siapa yang paling berat ujian dan cobaan ?”, Beliau Rasulullah menjawab “Para nabi, kemudian yang menyerupai mereka dan yang menyerupai mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah, dia diuji dengan ringan. Bila imannya kokoh, dia diuji sesuai itu ( keras ). Seorang diuji terus menerus sehingga ia berjalan di muka bumi bersih dari dosa – dosa.” ( HR. Bukhori )
Kalau ada anggapan dengan keimanan hidup bisa mulus tanpa mengalami kesusahan dan bencana, itu salah besar. Justru semakin tinggi iman seseorang akan semakin berat cobaan yang Allah berikan.
Memang hakikat hidup jauh dari yang diinginkan umumnya manusia. Hidup adalah perjuangan, selalu menawarkan pilihan – pilihan sulit. Di depan mata ada hujan dan badai, sedang di belakang terdampar jurang yang dalam.
Maha benar Allah dalam firman – Nya “ dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidaklah sebaiknya ia menempuh jalan hidup yang mendaki lagi sukar ?” ( QS. Al – Balad : 10 – 11 )
Kesiapan diri untuk menghapdi jalan hidup yang tidak mulus itu harus ada. Harus terus tegar dalam jiwa seorang hamba Allah. Perhatiikanlah senyum – senyum para generasi terbaik yang pernah dilukis umat ini. Dianta mereka ada Billal bin Rabbah, Ammar bin Yasir.
Masih banyak mereka yang terus tersenyum dalam menapaki pilihan hidup yang teramat sulit. Tanpa ada sedikitpun ada cemas, gelisah, penyesalan. Mereka telah melikis hiasan termahal dalam hidup dengan tinta darah dan air mata.

Oleh: ukhti Mimi

0 komentar:

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP