OUT BOND_MENG-UPGRADE DIRI

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh...
Salam hangat dan ukhuwah teruntuk semuanya. alhamdulillah, saat hangatnya mentari mulai terasa, tepatnya di hari Ahad, 23 Januari 2011 jam 9 keatas lah... kami berduyun-duyun memasuki area balaikambang Solo. Ceria?! Pastilah... karena kami akan bertemu sama temen2 seperjuangan, senasib dan sepenanggungan (halah...).
Langsung pada intinya saja dah. Inilah beberapa gambaran kegiatan yang berhasil di cepret oleh sang fotografer agak handal kami. Tapi ini cuma sebagian kecil yang tercepret saja. Yuk kita nikmati gambar demi gambar dan dengarkan komentar mereka.


Amin: Iki jane kon ngopo, kok ono kertas neng ngarepe dewe? Kon mangan po pye? neng mosok kertas yo dipangan?!
Tarto: @Mas Amin, kepriben tho mas, kertas kok ken mangan... iki ki di go turu...
Ahwal: @Amin,@Tarto: Bukan mas ini untuk kita reka-reka'e berlayar gitu...


Luthfi: Lama ga ketemu, tak kasih senyuman, dan acungan jempol. Ajinomoto good,good.
Yudi : @Luthfi, aku lama juga ga bersua, tak nimbrung ben ke photo..he..he..
Wahid: wah eksenku kok koyok dedy corbuser... hoka-hoka...
Zaini: Cah eneng sms ki lho... soko seseorang, "yen di photo sing gaya".


Izzah: Mirengke instruksine sik, ki kon ngopo jane?
Alya : Sik korane tak wocone sik "gayus cuma dihukum 7 tahun penjara" lho,lho,lho... kok iso ngunhu ya?
Mimi : Tak ambil posisi untuk perang... eh... bermain...
Wiwid: Ojo do rame ae cah, dimirengke ke lho.. mengko ndak kalah lho...


Anto : aku tak melangkah menuju puncak,... ku jemput sayangku diatas sana...
Daru : @Anto, sing ati-ati kang, banyak godaan dan rintangan...
Wahid: Sing ati-ati lho bro


Mimi: sik tak pilihane sik...
Wiwid: sing bener iki lho


Bery: Waah, jah kesel tenan ngurusi cah-cah forspent
Daru: haa...ha...ha... peyutku nggo guyu ngati sakit

Read more...

MENJAGA KEPERCAYAAN

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui”. (Al-Anfal: 27)
Ayat ini menyebutkan secara prioritas tingkatan amanah yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang beriman; amanah Allah, amanah RasulNya dan amanah antar sesama orang beriman.
Yang menarik dari redaksi ayat ini adalah bahwa perintah menjaga amanah langsung menyebutkan lawan dari amanah yaitu khianat. Sehingga kata kunci dari ayat ini lebih tertuju kepada larangan mengkhianati Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman.
Secara redaksi juga, ayat ini tidak menyertakan kata (لا) pada amanat manusia seperti yang tersebut pada amanat Allah dan RasulNya menurut Ar-Razi bahwa ini merupakan jawaban atas pengabaian amanat Allah dan Rasulnya. Artinya, jika kalian mengkhianati amanat Allah dan Rasulnya maka kalian berarti telah mengkhianati amanat diantara kalian sendiri. Dalam kata lain, menjaga kepercayaan Allah dan RasulNya merupakan benteng yang paling kokoh agar seseorang mampu menjaga kepercayaan sesamanya.
Lebih ketara lagi bahwa ayat ini diawali dengan seruan kepada orang-orang yang beriman yang seharusnya menjadi contoh bagi umat yang lain dalam hal menjaga kepercayaan. Karena Rasul sendiri mengisyaratkan dalam haditsnya bahwa keimananan seseorang masih perlu dibuktikan dengan ujian menjaga kepercayaan. Bahkan seseorang dicap tidak beriman manakala tidak mampu menjaga amanat. Rasulullah saw bersabda:

“Tidak ada iman bagi yang tidak ada amanat padanya (menjaga amanat) dan tidak ada agama bagi yang tidak ada janjinya baginya (memenuhi janji) (H.R. Imam Ahmad)”.
Bahkan menurut kesaksian Anas bin Malik r.a. sebagai perawi hadits ini bahwa Rasulullah tidak pernah berkhutbah melainkan menyertakan hadits tentang ketiadaan iman bagi yang tidak menjalankan amanat.
Pengkhianatan amanat dalam beragam bentuknya merupakan hal yang terlarang dan sangat dibenci oleh siapapun. Menurut Zamakhsyari, khianat secara bahasa berarti An-Nuqshan (kurang), sedangkan anonimnya amanat diartikan dengan At-Tamam (sempurna). Ini berarti segala bentuk amanat agar tidak termasuk mengkhianatinya haruslah dilaksanakan dengan sempurna dan sesuai dengan tuntunan dan tuntutan sang pemberi amanat. Jika dilaksanakan apa adanya, cenderung asal-asalan dan tidak sungguh-sungguh meskipun ia telah menjalankannya, maka tetap saja berlaku istilah khianat untuknya berdasarkan makna bahasa yang cukup tajam ini.
Pengurutan amanat yang Allah sebutkan di ayat ini tidak sekedar untuk memenuhi syarat keindahan bahasa dan redaksi Al-Qur’an, lebih dari itu tentu, pengurutan ini memberi pesan bahwa amanat Allah dan RasulNya adalah yang paling tinggi, besar dan berat tanggung jawab dan konsekuensinya. Dapat dikatakan seseorang yang mampu menjaga amanat Allah dan Rasulnya, pastinya ia akan mampu juga menjaga kepercayaan sesamanya. Namun jika tidak, tentu sangat berat baginya untuk melaksanakan kepercayaan manusia karena kepercayaan Allah dan RasulNya sendiri yang lebih tinggi nilai dan urgensinya sangat mudah ia abaikan.
Dalam konteks menjaga kepercayaan Allah, Ibnu Katsir memaknainya dengan menjaga kewajiban yang diperintahkannya dengan sebaik-baiknya. Seseorang yang mampu menjaga shalatnya, puasanya, zakatnya, baktinya dan ibadah yang lainnya maka ia tentu akan dipercaya untuk menjalankan amanat yang lainnya. Namun jika seseorang tidak mampu menjalankan kepercayaan pada satu jenis ibadah, jangan harap ia akan mendapat kepercayaan Allah untuk menjalankan ibadah yang lainnya. Dengan demikian, berusaha menjalankan seluruh kewajiban Allah dengan sebaik-baiknya tanpa terkecuali merupakan bukti bahwa ia layak mendapat kepercayaan Allah pada seluruh aturan dan syariatNya. Dan berbahagialah ia dengan penghargaan tersebut. Namun jika sebaliknya, maka tidak akan mungkin Allah akan memberikan kepercayaan untuk menjalankan syariatNya di muka bumi ini. ‘Sekali lancing ke ujian, selamana ia tidak akan dipercaya’.
Menjaga kepercayaan Rasul adalah dengan menjalankan sunnah-sunnahnya secara komprehensif dalam seluruh praktik kehidupan nyata Rasulullah; dalam beribadah, dalam berdakwah, menjaga amanat keluarga, masyarakat dan menjalankan amanat kepeminmpinan umat. Seluruhnya akan menjadi barometer apakah kita termasuk yang mampu menjaga kepercayaan Rasulullah saw pasca kewafatan baginda. Justru komprehensifitas kehidupan Rasul yang telah ditentukan oleh Allah adalah pertanda bahwa sunnahnya memang mencakupi seluruh kehidupan manusia, tidak dibatasi pada wilayah ibadah mahdah dan sebagainya.
Bangsa yang mayoritas muslim ini sedang diuji dengan ujian kepercayaan. Sejauhmana mereka lulus dan baik menjalankannya, akan semakin besar perlindungan dan rahmat Allah terhadap bangsa ini. Tentu masih terbuka bagi kita untuk terus mengintrospeksi dan mengevaluasi tingkat ‘kepercayaan’ kita di mata Allah, RasulNya dan masyarakat secara umum. Sebelum terjadi hal yang lebih buruk lagi di bangsa ini, sebelum segalanya terjadi seperti yang diprediksikan oleh Rasulullah saw: “Jika amanat diabaikan maka tunggulah kehancurannya”. (H.R. Bukhari). Sungguh setiap kita, sebagai apapun terutama sebagai orang yang beriman seharusnya senantiasa memperhatikan aspek kepercayaan ini dengan sepenuh hati sehingga keimanan kita benar-benar dapat dipercayai dan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah swt.

Oleh: Ani Solikhah

Read more...

MENJADI ORANG YANG IKHLAS?

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)

Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah
Banyak Berdoa
Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”
Menyembunyikan Amal Kebaikan
Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).
Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”
Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.
Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”
Takut Akan Tidak Diterimanya Amal
saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.
Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia
Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?
Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ingin Dicintai, Namun Dibenci
Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).

By. Izzah H.

Read more...

KEMUDIAN ISTIQOMAHLAH

Mengenal Istiqomah

Ditinjau dari segi asal katanya, istiqamah merupakan bentuk mashdar (baca: infinitif) dari kata istaqama yang berarti tegak dan lurus. Sedangkan dari segi istilah dan substansinya, istiqomah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini:

1. Abu Bakar As-Shiddiq ra, ketika ditanya tentang istiqomah, ia menjawab bahwa istiqomah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun).

2. Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipuan musang.”

3. Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqomah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt.”

4. Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban.”

5. Al-Hasan berkata: “Istiqomah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan.”

6. Mujahid berkata: “Istiqomah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt.”

7. Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqomah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menengok kiri-kanan.”

Jadi singkatnya, istiqomah adalah kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wasalam berpesan kepada seseorang seperti dalam hadits berikut:
YANG ARTINYA
Dari Abu Sufyan bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata: Aku telah berkata, “wahai Rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu berkata (bertanya) pada orang lain selain engkau. Nabi menjawab,”Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah.”

Orang yang istiqomah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan mereka dalam menghadapi tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada tantangan hidup, ibadah tidak ikut redup. Mau kantong kering atau tebal, ia tetap memperhatikan haram halal. Dicaci ataupun dipuji, sujudnya pantang berhenti. Sekalipun memiliki fasilitas, tak tergoda kemaksiatan… sudah jelas.

Dari pertanyaan sahabat di atas, yaitu Sufyan bin Abdillah Al-Tsaqafi r.a. tersirat bahwa iman dan istiqamah memiliki urgensitas yang tidak dapat digantikan dengan nilai-nilai lainnya dalam kehidupan. Ini terlihat dari pertanyaan beliau kepada rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah, katakanlah padaku satu perkataan yang aku tidak perlu lagi bertanya pada orang lain selain padamu.’ Kemudian rasulullah saw. menjawabnya dengan dua hal yang terangkai menjadi satu: istiqamah dan iman.

Dua hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam keislaman seseorang. Karena Iman (sebagaimana digambarkan di atas) merupakan pondasi keislaman seseorang bagaimanapun ia. Tanpa Iman semua amal manusia akan hilang sia-sia. Sehingga tidak mungkin istiqamah tegak tanpa adanya nilai-nilai keimanan

Jadi muslim yang beristiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya. Meskipun tahapan dakwah dan tokoh sentralnya mengalami perubahan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan-tahapan dakwah.

Namun, manusia tetaplah manusia. Orang yang istiqamah bukanlah yang selalu konsisten dalam kebenaran dan bukan tidak pernah sekalipun terjerumus dalam lubang kenistaan. Kendatipun takwanya ia, pasti pernah berbuat kekeliruan ataupun kesalahan. Oleh karenanya, untuk menjelaskan masalah ini, dalam salah satu ayat-Nya di dalam Al-Qur’an, Allah swt. menggandeng antara istiqamah dengan istighfar, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam QS. Fushilat/ 41 : 6 yang artinya : “Katakanlah: Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya).”

Ayat di atas menggambarkan, bahwa setiap insan pasti pernah melakukan satu kelalaian atau kesalahan, tanpa terkecuali siapapun dia. Oleh karenanya, seorang muslim yang baik adalah yang senantiasa introspeksi diri terhadap segala kekurangan dan kesalahan-kesalahannya, untuk kemudian berusaha memperbaikinya dengan terlebih dahulu beristighfar dan bertaubat memohon ampunan kepada Allah swt.

Terlebih ketika mengarungi jalan dakwah yang penuh lubang dan duri, serta masafah (baca : jarak tempuh) yang seolah bagaikan lautan tiada bertepi. Di sana banyak manusia-manusia yang beragam asal-usulnya, berbeda latar belakangnya: baik dalam keilmuan, pengalaman, cara pandang dan lain sebagainya. Tentulah hal ini memerlukan keistiqamahan dalam mengarunginya. Karena benturan, perbedaan ataupun kesilapan diantara sesama aktivis dakwah pasti terjadi.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Semua anak cucu adam berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah, adalah mereka-mereka yang bertaubat.” (HR.Tirmidzi). Para ulama mengemukakan bahwa proses perbaikan diri dari kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat, adalah juga bagian yang tak terpisahkan dari istiqomah itu sendiri.(Al-Bugha, 1993 : 175)

Cara untuk Merealisasikan Istiqamah

Setelah kita memahami mengenai istiqamah secara singkat, tinggallah kenyataan yang ada dalam diri kita semua. Yaitu, kita semua barangkali masih jauh dari sifat istiqamah ini. Kita masih belum mampu merealisasikannya dalam kehidupan nyata dengan berbagai dimensinya. Oleh karena itulah, perlu kiranya kita semua mencoba untuk merealisasikan sifat ini. Berikut adalah beberapa kiat dalam mewujudkan sikap istiqamah:

1. Mengikhlaskan niat semata-mata hanya mengharap Allah dan karena Allah swt. Ketika beramal, tiada yang hadir dalam jiwa dan pikiran kita selain hanya Allah dan Allah. Karena keikhlasan merupakan pijakan dasar dalam bertawakal kepada Allah. Tidak mungkin seseorang akan bertawakal, tanpa diiringi rasa ikhlas.

2. Bertahap dalam beramal. Ibarat orang yang lari maraton 10 km, maka ia tidak boleh berlari sprint pada 100 m awal, kemudian setelah itu ia kelelahan. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Bahkan sifat kerutinan ini jika dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud sebuah amalan yang rutin meskipun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan.

3. Diperlukan adanya kesabaran. Karena untuk melakukan suatu amalan yang bersifat kontinyu dan rutin, memang merupakan amalan yang berat. Sebagai seorang insan terkadang dihinggapi rasa giat dan kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan kesabaran dalam menghilangkan rasa malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi.

4. Istiqamah juga akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i. Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengingatkan.

5. Memperbanyak berdoa kepada Allah, agar kita semua dianugerahi sifat istiqamah. Karena kendatipun usaha kita, namun jika Allah tidak mengizinkannya, tentulah hal tersebut tidak akan pernah terwujud.

Demikianlah sedikit uraian mengenai istiqomah. Suatu hal yang sering terlupakan dalam kehidupan kita sebagai hamba, tapi sebenarnya berpengaruh sekali terhadap kelanggengan hubungan kita dengan Allah di dunia. Hal ini sangat diperlukan, terutama bagi “bekal” dari panjangnya perjalanan dakwah. Semoga hati tergerak dan mau mencoba mengamalkan. Karena tanpa mencoba, kita tidak akan pernah merasakan lezatnya. Bismillah….!

By. Ukhti Untsa

Read more...

ABU BAKAR ASH SHIDIQ

Beliau lahir dua tahun beberapa bulan setelah kelahiran Rasulullah Saw di kota Mekkah. Atau pada tahun 51 sebelum Hijriah (751 M). Nama lengkapanya Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin Ka’ab at-Taimy al-Qursy. Dulunya bernama Abdul Ka’bah, kemudian Rasulullah mengantinya dengan nama Abdullah. Gelarnya As-Sidiq; orang percaya. Ketika terjadi peristiwa Isro’ dan Mi’roj, beliaulah termasuk orang pertama yang percaya dengan peristiwa itu. Maka beliau digelari as-Siddiq. Nama panggilanya Abu Bakar. Ibunya bernama ummul Khoir Salma binti Shahr bin ‘Amir .

Di kalangan kaumnya dikenal dengan al-‘Atiq. Konon ceritanya Rasulullah pernah berkata; “Kamu adalah hamba Allah yang dijauhkan (‘Atiq) dari api neraka”. Maka sejak itulah terkenal di kalangan sahabat dengan sebutan al-‘Atiq. Pendapat lain mengatakan karena wajahnya yang ganteng. Pendapat lain karena banyak memerdekakan budak muslim seperti Bilal. Pendapat lain karena tidak ada cacat dalam nasabnya.

Mengenai pribadinya, Ibn Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin az-Zubair, “Ketika para sahabat sedang kumpul dalam suatu majlis, seseorang bertanya kepada Abu Bakar. “Apakah kamu pernah minum khomer pada masa Jahiliyah?” kata orang itu. Beliau menjawab, “Aku berlingung kepada Allah. “Kenapa” orang itu bertanya. “Saya dapat menjaga kehormatan diriku dan muruah. Sebab orang yang minum khomer hilang kehormatannya dan muruahnya” jawab Abu Bakar. Orang pun melaporkan kepada Rasulullah. Rasulullah berkata, “Abu Bakar benar. Abu Bakar benar.” Dari Aisyah ‘Aisyah r.a. berkata, “Demi Allah, Abu Bakar r.a. belum pernah membaca syair pada masa Jahiliyah dan Islam. Beliau dan Utsman bin ‘Affan tidak pernah meminum khomer/arak.”

Selepas Rasululllah wafat, beliau diangkat menjadi kholifah oleh kaum muslimin pada tahun 11 H. inilah sejarah pergantian kempimpinan umat Islam untuk pertama kali yang didasarkan pada syuro’ (musyawarah). Pada waktu dipilih menjadi kholifah beliau berkata; “Aku diangkat menjadi pemimpin kalian tapi bukan berarti aku yang paling baik dari kalian. Sekiranya aku melakukan kebaikan maka kalian harus menolongnya dan sekiranya aku berbuat salah maka kalian wajib meluruskan dan mengingatkan. Kejujuran adalah amanah dan berdusta adalah khianat dan pengingkaran terhadap yang benar. Orang-orang yang lemah diantara kalian, bagiku adalah orang kuat hingga aku memberikan haknya. Dan orang-orang yang kuat diantara kalian, bagiku adalah lemah hingga aku ambil hak-hak itu darinya.”

Istri-istri beliau; Ummu Rumman binti ‘Amir, Qutailah binti Abdul Izza, Asma’ binti ‘Umais dan Habibah binti Khorijah. Lahir dari perkawinnya tiga anak laki-laki dan tiga perempuan. Tiga anak laki-laki itu; Abdullah, Abdurrahman dan Muhammad. 3 anak perempuannya; Asma’, Aisyah (istri Rasulullah) dan Ummu Kultsum.

Beliau menjabat sebagai kholifah selama dua tahun dan tiga bulan. Wafat pada tahun 12 H berumur 63 tahun, seperti umur Rasulullah ketika wafat. Dikuburkan di dekat kuburan Rasulullah di kamar Aisyah RA..

Pada waktu hijrah, beliau menjadi teman Rasulullah dalam perjalanan hijrah itu, begitu juga ketika Rasulullah berada di gua Hira. Hal ini bisa dibaca dalam firman Allah; “…sedang ia salah seorang dari dua sahabat pada waktu di gua Hiro..(QS.at-taubah:40). Ketika melakukan ibadah haji beliau orang pertama menjadi amir (ketua) rombongan kaum muslimin dalam haji tersebut dan orang pertama yang menjadi imam sholat setelah wafatnya Rasulullah.

Apa kata Rasulullah mengenai pribadinya: “Tidak seorangpun diantara manusia yang lebih banyak dari Abu Bakar dalam menjaga diriku denganm jiwa dan hartanya. Sekiranya dibolehkan aku menjadikan teman baik diantara manusia niscaya saya jadikan Abu Bakar sebagai teman baik. Akan tetapi pertemanan dan persaudaraan atas nama Islam itu lebih utama. Silahkan kalian tutup setiap pintu untukku di masjid kecuali pintu Abu Bakar (HR.Bukhori).

Dalam hadits lain disebutkan,suatu ketika Rasulullah bertanya kepada para sahabat; “ Siapa diantara kalian yang hari ini berpuasa.” Abu Bakar menjawab; “Saya, wahai baginda Rasul. “Siapa diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab; “Saya, Wahai Rasul.” “Siapa diantara kalian telah mendoakan dan menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab; “Saya, wahai baginda Rasul.” Setelah itu Rasulullah bersabda; “Sekiranya sifat dan perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang maka kelak dia akan masuk surga.”

Wasiat Abu Bakar kepada Umar sebelum ajal menjemputnya sebagaimana diceritakan Abdurrahman bin Abdullah bin Sabith “Pada waktu ajal hendak menjemputnya, beliau memangil Umar. Beliau berkata, “Wahai Umar, ingatlah bahwa ada amalan untuk Allah yang dilakukan siang hari yang Allah tidak akan menerima amalan itu di waktu malam. Dan ada amalan untuk Allah yang di malam hari yang tidak akan diterima di waktu siang. Allah tidak menerima amalan sunnah sehingga yang wajib dilaksanakan. Timbangan amal baik di akherat menjadi berat karena mengikuti jalan kebenaran di dunia hingga Allah beratkan timbangan atas mereka. Dan timbangan (baik) manusia berkurang di akherat karena manusia mengikuti jalan sesat/batil selama di dunia

Ketika beliau wafat, Ali bin Tholib berkata; “Semoga Allah memberikan rahmat kepada Abu Bakar, Kamu adalah saudara Rasulullah, kawan dekat, penghibur duka lara, dan kawan dalam bermusyawarah. Kamu adalah orang pertama yang berislam, yang paling ikhlas beriman kepada Allah dan Rasulul-Nya, yang paling baik dalam persahabatan dan paling mulia diantara kaum lainnya. Kamu juga yang paling serupa dengan Rasulullah ketika diam dan gerak. Allah telah angkat derajat namamu, wahai Abu bakar dalam tingkatan yang paling tinggi. Allah berfirman; “ Dan orang yang percaya dengan kenabian Muhammad.

Dalam riwayat Asakir dari al-Ashma’y disebutkan bahwa Abu Bakar jika dipuji beliau berdo’a “Ya Allah Engkau lebih tahu tentang diriku dan saya lebih tahu dari mereka. Ya Allah berikan kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan. Ampunilah aku dari apa yang mereka tidak tahu dan jangan azab aku dari apa yang mereka katakan.”

Oleh: ukht Wiwid

Read more...

MEMAHAMI MAKNA KEHIDUPAN

Menapaki jalan hidup kadang seperti menggoreskan kuas pada sebuah bahan lukisan. Mulus tidaknya goresan tergantung pada jiwa sang pelukis. Jangan biarkan hati kering dan gersang. Karena lukisan akan berbentuk benang kusut.
Bayangkan saat diri tertimpa musibah, ada reaksi dalam tubuh. Tiba- tiba batin diselimuti khawatir rasa takut, tidak aman, cemas dan ledakan perasaan yang berlebih, dan tubuh menjadi tidak seimbang. Hal ini menyebabkan diri kita jatuh sakit. Selain itu nalarpun menjadi tidak sehat. Tidak heran jika orang melakukan hal yang tidak wajar. Seperti marah yang tak terkendali, tertawa dan menangis yang berlebih, frustasi yang berlarut – larut.
Kenapa hal yang tidak enak itu bisa mulus bergulir pada diri manusia. Mungkin itu bisa dibilang normal, sebagai respon spontan dari kecenderungan kuat ingin merasakan hidup tanpa gangguan. Tanpa halangan. Tak boleh ada angin yang bertiup kencang, tak boleh ada duri yang menusuk tubuh. Bahkan kalau bisa tak boleh ada sakit dan kematian buat selamanya.
Ada beberapa hal kenapa kecenderungan itu mengungkung manusia. Pertama salah paham soal memaknai hidup. Kalau hati tidak mampu lagi melihat secara jernih arti hidup, orang akan punya penafsiran sendiri. Misalnya, hidup adalah upaya pencapai kepuasan lahir dan batin. Padahal kepuasan tidak akan cocok dengan ketidak nyamanan, gangguan, dan kesulitan.
Hal ini akan menghalangi seorang mukmin untuk berjihad. Allah SWT berfirman “ Hai orang – orang yang beriman apakah dikatakan kepada kamu “berangkatlah ( untuk berperang ) pada jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu ? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti akhirat ? padahal kenikmatan hidup di dunia ini ( dibandingkan dengan kehidupan ) di akhirat hanyalah sedikit.” ( QS. At – Taubah : 38 )
Kedua, kurang paham kalau keimanan selalu disegarkan dengan cobaan. Inilah yang sulit dipahami. Secara teori mungkin orang tahu dan hafal. Tapi ketika cobaan sebagai sebuah kenyataan reaksi akan lain, iman menjadi Cuma sekedar tempelan.
Firman Allah SWT “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan ( saja ) mengatakan “ kami telah beriman; sedang mereka tidak diuji lagi ?” dan sesungguhnya Kami telah menguji orang – orang sebelum mereka, maka Allah mengetahui orang – orang yang benar dan sesungguh Dia mengetahui orang – orang yang berdusta.” ( QS. Al – Ankabut : 2 - 3 )
Saad bin Abi Waqqosh pernah bertanya kepada RAsulullah SAW “ Ya Rasulullah, siapa yang paling berat ujian dan cobaan ?”, Beliau Rasulullah menjawab “Para nabi, kemudian yang menyerupai mereka dan yang menyerupai mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah, dia diuji dengan ringan. Bila imannya kokoh, dia diuji sesuai itu ( keras ). Seorang diuji terus menerus sehingga ia berjalan di muka bumi bersih dari dosa – dosa.” ( HR. Bukhori )
Kalau ada anggapan dengan keimanan hidup bisa mulus tanpa mengalami kesusahan dan bencana, itu salah besar. Justru semakin tinggi iman seseorang akan semakin berat cobaan yang Allah berikan.
Memang hakikat hidup jauh dari yang diinginkan umumnya manusia. Hidup adalah perjuangan, selalu menawarkan pilihan – pilihan sulit. Di depan mata ada hujan dan badai, sedang di belakang terdampar jurang yang dalam.
Maha benar Allah dalam firman – Nya “ dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidaklah sebaiknya ia menempuh jalan hidup yang mendaki lagi sukar ?” ( QS. Al – Balad : 10 – 11 )
Kesiapan diri untuk menghapdi jalan hidup yang tidak mulus itu harus ada. Harus terus tegar dalam jiwa seorang hamba Allah. Perhatiikanlah senyum – senyum para generasi terbaik yang pernah dilukis umat ini. Dianta mereka ada Billal bin Rabbah, Ammar bin Yasir.
Masih banyak mereka yang terus tersenyum dalam menapaki pilihan hidup yang teramat sulit. Tanpa ada sedikitpun ada cemas, gelisah, penyesalan. Mereka telah melikis hiasan termahal dalam hidup dengan tinta darah dan air mata.

Oleh: ukhti Mimi

Read more...

HIKMAH DI BALIK SEDEKAH

Sobat muslim rasanya tak asing ditelinga kita semua tentang sedekah. Karena banyak sekali ayat – ayat Allah dan hadits yang menerangkan manfaat dari sedekah. Allah berfirman : “ orang – orang yang menafkahkan hartanya dimalam dan disiang hari secara sebunyi dan terang – terangan maka mereka mendapat pahala disisi RobbNya, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka da tidak pula mereka bersedih hati.” ( QS. Al-Baqoroh : 274 )
Mari kita renungkan ayat diatas untuk kita jadikan pedoman dalam bersedekah. Meski masih banyak diluar sana orang – orang yang mengeluarkan sedekah, bukan tak mampu tapi hartanya takut berkurang. Padahal tidaklah demikian karena justru dengan bersedekah harta kita akan bertambah.
Trus, bagaimana denagn orang yang tak punya harta ??? perlu kita ketahui bahwa sedekahkan tidak harus dengan harta. Sedekah bisa denagn tenaga, beramal sholeh, berkata baik, berjumpa dengan orang lain dengan wajah yang berseri itupun juga termasuk sedekah. Subhanallah ternyata begitu banyak jalan untuk bersedekah selain dengan harta. Akankah kita lewatkan jalan tadi untuk meraih pahala ?? tapi seandainya kita mampu bersedekah dengan harta pasti akan lebih senang lagi karena kita bisa membantu beban saudara kita.
Barang siapa memberi kelonggaran kepada orang yang mengalami kesulitan , Allah akan memberi kemudahan kepadanya didunia dan diakhirat. ( HR. Ibnu Majah) .
Diriwayatkan dari Hakim Bin Hisam. Ra dari Nabi SAW bersabda : tangan di atas lebih baik daripada di bawah. Mulailah sedekah itu dari yang menjadi tanggunganmu dan sebaik-baik sedekah adalah keluar dari orang kaya, barang siapa berlaku iffah ( menjaga diri dari meminta – minta ) maka Allah akan mencukupkan kebutuhanya.” ( HR. Bukhori )
Sungguh sedekah mempunyai pengaruh baik dan kesudahan yang bagus bagi individu maupun masyarakat. Karena dengan brsedekah kita bisa semakin bersyukur kepada Allah. “ Sunguh sedekah memiliki manfaat dan pengaruh ajaib untuk menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang fajr ( pendosa ), zalim atau bahkan orang kafir, karena Allah akan menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantara shodakoh tersebut.” ( Ibnu qoyyim al – jauziyah)
Sobat muslim semua, ternyata begitu besar hikmah yang tersembunyi dari sedekah yang kita keluarkan. Namun dalam bersedekah jangan lupa kita harus niatkan untuk mendapat ridho Allah. Karena amal tergantung niatnya. Demikian hikamah yang bisa kita ambil dari sedekah, semoga bisa berkelanjutan, membuka hati kita untuk tidak ragu – ragu mengeluarkan sedekah. Ya Allah jadikanlah kami hamba – hambaMu yang menjadi ahli sedekah… Amin ya Robbal’alamin.

Oleh: Ukhti Tini

Read more...

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP