UNTUKMU GAZA PALESTINA

>> Kamis, 04 November 2010

Jutaan doa untuk Gaza
Mereka adalah gelombang kebangkitan
Mereka adalah gelombang kebaikan
Nadi dalam setiap perjuangan

Untuk saudaraku Palestina kukabarkan kepada kalian
Di sini kami rindu…
Tidak akan pernah putus doa ini untukmu
Semangat ini akan terus membara membelamu
Tidak akan pernah mati…

Engkau tahu…anak-anak kecil kami
Ya… Mujahid Mujahidah cilik berlipat-lipat semangat
Panji-panji dalam genggaman
Kibarkan dengan gagahnya
Palestina… Palestina..!!
Takbir mereka… ALLAHU AKBAR
Adalah suntikan energy tanpa batas
Energi yang menghidupkan jiwa
Energi yang membangkitkan gelora
Keberanian untuk melawan

Kami tahu saudaraku
Penderitaan kalian, Semangat kalian, Keberanian kalian…
Terlalu dahsyat untuk dibandingkan
Perjuangan kalian, Mujahid Mujahidah yang tak pernah menyerah
Adalah Inspirator sejati bagi semangat kami

Untuk saudaraku Palestina
Lawan Zionis Israel laknatullah
Intifadhah… intifadhah…
Perjuangan batu-batu dan seruan suci
Menantang tank-tank bangsa ‘pecundang’
Bangsa bar-bar yang hanya memiliki nafsu binatang

Keyakinanmulah saudaraku
Ya..keyakinanmu akan janji Allah
Janji sebuah kemenangan
Menjadikan batu-batu sedahsyat jutaan detonator yang siap diledakkan
Seruanmu merontokkan sendi-sendi kesombongan
dan keangkuhan peluru-peluru tentara ‘pengecut’

Untuk saudaraku Palestina
Ribuan cahaya.. bahkan jutaan… bahkan tak terhingga banyaknya
Siluet cahaya syahid syahidah Palestina menghiasi bumi para Nabi
Siluet cahaya yang setia menggetarkan Arsy Illahi
Gaza.. Palestina di sini kami rindu!!

(Sumber: Dakwatuna.com)

Read more...

JUANG CINTA PARA WANITA

“Wahai Abu Utsman,” kata perempuan itu, “Sungguh aku mencintaimu.”

Suasana hening sejenak. “Aku memohon, atas nama Allah, agar sudilah kiranya engkau menikahiku,” lanjutnya.

Lelaki yang bernama lengkap Abu Utsman An Naisaburi itu diam. Ada keterkejutan dan kegamangan dalam dirinya tatkala mendengar perkataan perempuan yang datang kepadanya itu. Ia tidak mengenal perempuan ini dengan baik. Namun, tiba-tiba saja perempuan ini datang menemuinya dan menyatakan rasa cintanya yang dalam kepadanya. Bahkan saat itu pula, atas nama Allah, perempuan itu meminta pada Abu Utsman untuk menikahinya. Seakan keterkejutan yang dirasakan Abu Utsman bertumpuk-tumpuk di atmosfir hatinya.

Abu Utsman diam. Memikirkan keputusan apa yang hendak diambilnya. Sebagai seorang pemuda, ia dihadapkan pada sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Sebuah keputusan yang mungkin akan dijalaninya selama lebih dari separuh usianya dan separuh imannya. Selama ini keluarganya senantiasa mendorongnya untuk segera meminang salah seorang perempuan shalihah di wilayah itu. Namun, ia selalu menolak dorongan dari keluarganya itu hingga hari ini. Maka, sampai sekarang ia masih juga membujang. Ia akan mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya, termasuk segala konsekuensi yang menyertainya.

Imam Abul Faraj Abdurahman ibnu Al Jauzi menuliskan dalam salah satu kitabnya, Shaidul Khathir, bahwa Abu Utsman kemudian datang ke rumah si perempuan. Ia mendapati orangtua si perempuan adalah orang yang miskin. Namun, keputusannya tetaplah bulat untuk meminang si perempuan yang datang menyatakan cinta kepadanya itu. Terlebih lagi karena perempuan itu memintanya untuk menikahinya. Ia menyaksikan kebahagiaan yang berlimpah pada orangtua si perempuan mendengar bahwa putrinya dipinang oleh Abu Utsman, lelaki yang berilmu, tampan, shalih, penyabar, setia, jujur, tulus, dan terhormat.

Mereka pun menikah. Hingga akhirnya sang istri itu meninggal dunia lima belas tahun kemudian. Namun, sejak malam pengantin mereka ada kisah yang baru terungkap setelah kematian sang istri. “Ketika perempuan itu datang menemuiku,” kisahnya, “Barulah aku tahu kalau matanya juling dan wajahnya sangat jelek dan buruk. Namun, ketulusan cintanya padaku telah mencegahku keluar dari kamar. Aku pun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikit pun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan dan kebencian.”

Ah, kita jangan marah pada Abu Utsman yang mengharapkan istri yang cantik dan sempurna, tapi kemudian hanya mendapatkan istri juling dan buruk wajah. Itu merupakan sisi manusiawi dari lelaki yang menginginkan kecantikan dan kesempurnaan dari pendamping hidupnya. “Begitulah kulalui lima belas tahun dari hidupku bersamanya hingga dia meninggal,” lanjutnya berkisah. “Maka, tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain masa-masa lima belas tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.” Kesetiaan itu adalah bintang di langit kebesaran jiwa, kata Anis Matta.

Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini. Meskipun cinta di antara mereka tidak pernah benar-benar ada dalam masa-masa lima belas tahun perkawinan itu, tapi perjuangan cinta si perempuan sangat luar biasa di mata saya. Meskipun sang perempuan itu tahu bahwa ia bermata juling, meskipun ia tahu bahwa ia hanya anak orang miskin, meskipun ia tahu bahwa ia bukan perempuan berwajah cantik satin, tapi ia memperjuangkan cintanya untuk membersamai orang yang dicintainya itu. Ia berhasil membersamainya dalam masa lima belas tahun hingga maut datang menjemput. Ia memang tidak tahu bahwa selama masa itu sang suami, Abu Utsman An Naisaburi, tidak pernah benar-benar mencintainya. Namun, Abu Utsman membuktikan bahwa ia adalah lelaki yang setia, tulus, sabar, dan senantiasa menjaga perasaan sang istri yang demikian tulus mencintainya. Bagi saya, semua hal itu adalah bagian dari cintanya, hanya saja bentuknya yang sedikit berbeda. Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Ada pula kisah lain dari shahabiyah Rasulullah. Namanya Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah. Ia adalah salah seorang perempuan Madinah dari Bani Aus yang berstatus janda. Khaddam, sang ayah Khansa’, mengawinkannya dengan seorang lelaki yang juga berasal dari Bani Aus. Namun, ia tidak menyukai lelaki itu dan sebenarnya ia telah menyukai lelaki lain. Maka, berangkatlah Khansa’ menemui Rasulullah. Ia menceritakan kasus perselisihannya dengan sang ayah dan mengutarakan hasrat hatinya bahwa ia mencintai lelaki lain itu. Rasulullah pun memanggil sang ayah dan memerintahkan kepadanya untuk memberikan kebebasan kepada putrinya dalam memilih calon suaminya sendiri.

“Sesungguhnya,” tutur para imam hadits dalam kitab mereka, “Ayahnya menikahkan dia, sedangkan dia seorang janda maka ia tidak suka pernikahan itu, kemudian datang kepada Rasulullah. Maka Rasulullah menolak pernikahannya.” Hanya Imam Muslim yang tidak mencatat riwayat dari Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah ini.

Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah pun memilih. Ia memutuskan untuk meninggalkan perkawinan paksaan sang ayah dan menginginkan dinikahi oleh orang yang dicintainya. Dalam Shahifah Amru bin Syaibah, disebutkan bahwa lelaki itu terlebih dahulu meminang Khansa’ dan sudah diterima Khansa’. Nama lelaki itu adalah Abu Lubabah bin Abdil Mundzir. Ia adalah salah seorang sahabat utama yang menghadiri Bai’atul Aqabah kedua, ia adalah wakil Rasulullah di Madinah saat Perang Badar untuk menjaga keamanan dan ketertiban penduduk kota Madinah, anak-anak, kaum perempuan, kebun buah-buahan. Ia juga ditugasi untuk memberi makanan pada warga yang kelaparan dan memenuhi kebutuhan semua warga yang ada, baik anak-anak maupun orang tua sampai pasukan yang berada di jalan Allah itu kembali. Dengan lelaki mulia inilah Khansa’ menjatuhkan pilihannya, ia menikah dengan lelaki yang dicintainya. Ia menikah dengan lelaki yang diperjuangkannya hingga melibatkan keputusan Rasulullah atas pemaksaan sang ayah. Dari pernikahan mereka itu lahirlah seorang perempuan bernama Lubabah.

Pada Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah pula kita berterimakasih atas pelajaran penting tentang larangan pemaksaan menikah dari orang tua jika sang putri tidak menyukai calon suaminya. Dari Khansa’ pula kita belajar tentang hak-hak perempuan dalam syariat Islam dan menjalankan hidupnya sebagai bagian dari sistem struktur masyarakat madani. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Kisah hidup perempuan paling mulia di zamannya pun melakoni episode perjuangan cinta ini.

“Sebenarnya ia orang biasa,” kata perempuan mulia itu. Dr Thaha Husain menuliskan fragmen ini dalam saduran kisahnya yang dinukil oleh Saefulloh Muhammad Satori dalam Romantika Rumah Tangga Nabi. Perempuan mulia ini bernama Khadijah binti Khuwailid. Sedangkan orang yang dibicarakannya adalah Muhammad bin Abdullah yang kala itu berusia sekitar dua puluh lima tahun. “Saya kenal ibunya. Saya kenal ayahnya, dan saya turut hadir pada waktu ia baru lahir,” terangnya.

Dalam pandangan Khadijah, sosok Muhammad muda adalah sosok dengan kebaikan yang melimpah, kewibawaan lelaki, kepercayaan amanah, dan pesona jiwa yang tak mampu tersembunyikan oleh kerasnya hidup yang dilaluinya. Sebentuk empati pada Muhammad muda menunas di hatinya. Segala kabar miring yang pernah didengarnya dari orang-orang yang mengatakan bahwa kedudukan Muhammad hanyalah seorang penggembala kambing penduduk Mekah tertepis dengan sendirinya menyaksikan amanahnya pada lelaki itu terlaksana dengan gemilang.

Rasa empati di dalam hati Khadijah bertransformasi, lembut, lambat dan menumbuh pelan, pasti. Rasa empati itu semakin lama berbunga cinta. Ia merasakan perasaan manusiawi terhadap lelaki mulia yang menjadi pekerjanya itu. Dan seperti bentuk cinta jiwa lainnya, cinta yang dirasakannya menginginkan balasan dan penghalalan di singgasana pernikahan. Namun, ia masih merasakan keraguan di dalam dirinya untuk membersamai sang lelaki mulia itu. Sebelumnya, ia telah menikah dengan Atiq bin Aid bin Abdullah Al Makhzumi dan Abu Halah Hindun bin Zarrah At Tamimi. Bahkan ia telah memiliki putri yang sudah berada di usia nikah dan seorang putra lagi. Saat itu Khadijah berusia sekitar empat puluh tahun. Selisih usianya dengan Muhammad sekitar lima belas tahun.

Dalam kebimbangan itu, datanglah kawan karibnya yang bernama Nafisah binti Munayyah. Ia adalah kawan Khadijah dimana ia banyak mendengarkan keinginan-keinginan hati Khadijah. Dan kali ini termasuk tentang rasa cintanya terhadap Muhammad dan hasrat hatinya untuk menjadi istri dari lelaki yang dicintainya itu. Nafisah pun mengerti. Ia menawarkan bantuannya untuk menjadi utusan rindu antara Khadijah dan Muhammad.

Segera ditemuinya Muhammad. Ditanyalah lelaki mulia ini alasan-alasan mengapa ia belum juga menikah. Ia juga menjelaskan kepada Muhammad tentang keutamaan-keutamaan bagi orang yang menikah yang didampingi seorang istri yang setia. Muhammad muda termangu membayangkan idealisme yang dijabarkan nafisah dan realita yang dihadapinya di masa lalu dan kini.

“Aku tidak tahu dengan apa aku dapat beristri…?” jawab Muhammad dengan pertanyaan retoris.

“Jika ada seorang perempuan cantik, hartawan, dan bangsawan yang menginginkan dirimu, apakah engkau bersedia menerimanya?” tanya Nafisah balik.

Syaikh Shafiyurahman Al Mubarakfuri dalam Rahiq Al Makhtum menyebutkan bahwa Nafisah binti Munayyah bergegas menemui Muhammad muda dan membeberkan rahasia Khadijah tersebut dan menganjurkannya untuk menikahi Khadijah. Muhammad pun menyetujuinya dan merundingkan hal itu dengan paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamarnya bagi Muhammad. Pernikahan pun segera berlangsung dengan dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Muhammad menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda.

“Muhammad,” kata Abu Thalib, sang paman, dalam Romantika Rumah Tangga Nabi, “Adalah seorang pemuda yang mempunyai beberapa kelebihan dan tidak ada bandingannya di kalangan kaum Quraisy. Ia melebihi semua pemuda dalam hal kehormatan, kemuliaan, keutamaan, dan kecerdasan. Walaupun ia bukan termasuk orang kaya, tapi kekayaan itu dapat lenyap. Sebab setiap titipan atau pinjaman pasti akan diminta kembali. Sesungguhnya Muhammad mempunyai keinginan khusus terhadap Khadijah binti Khuwailid, begitu pula sebaliknya…”

Tentu saja kisah cinta Khadijah – Muhammad adalah kisah yang sarat dengan hikmah dan berlimpah berkah. Dua orang mulia bertemu dalam singgasana pernikahan yang sama. Bergemuruh oleh kerja-kerja cinta di antara keduanya. Saling melengkapi di antara keduanya. Dan kematangan serta sikap keibuan Khadijah adalah energi gerak dan penenang jiwa tatkala sang suami memikul amanah langit dan menyampaikan dua kalimat keadilan. Penyiksaan psikis pun bisa dikikis oleh rasa kasih dan sayang Khadijah pada Muhammad, Rasulullah.

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya Khadijah hanya berdiam diri menunggu takdir cintanya kepada Muhammad. Bisa jadi Rasulullah tetap akan meminang Khadijah. Namun, bisa jadi hal lain yang terjadi, yakni tidak terjadi apa-apa di antara keduanya. Dan tentu ceritanya akan lain jika Khadijah tidak menikah dengan Muhammad. Namun, sejarah cukup membuktikan bahwa takdir telah diciptakan oleh Khadijah dengan mengutarakan rasa cintanya melalui kawan karibnya, dan takdir ciptaannya itu pun berjodoh dengan takdir ilahi. Khadijah memang perempuan mulia, dan kemuliaannya itu tidak mengurangi kekuatan dirinya untuk memperjuangkan rasa cintanya. Dan cinta Khadijah – Muhammad pun mengabdi di langit jiwa sejarah manusia. Semua bermula tatkala perempuan mulia itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Kita seringkali tidak memahami bahwa kehidupan berjalan dalam siklus pilihan, keputusan, dan konsekuensi. Kisah-kisah hidup perempuan-perempuan ini memang berakhir bahagia dalam perjuangan cintanya untuk membersamai lelaki yang dicintainya. Namun, ada juga kisah yang tidak gemilang, bahkan berkesan coretan buram menghitam dalam sejarah perjuangan cinta, jika boleh kita sebut cinta. Mari kita simak kisahnya sebagaimana dituturkan Salim A Fillah dalam Jalan Cinta dengan menukil dari Raudhatul Muhibbin dan Taujih Ruhiyah.

Ini kisah tentang seorang gadis yang sebegitu cantiknya. Dialah sang bunga di sebuah kota yang harumnya semerbak hingga negeri-negeri tetangga. Tak banyak yang pernah melihat wajahnya, sedikit yang pernah mendengar suaranya, dan bisa dihitung jari orang yang pernah berurusan dengannya. Dia seorang pemilik kecantikan yang terjaga bagaikan bidadari di taman surga.

Sebagaimana wajarnya, sang gadis juga memendam cinta. Cinta itu tumbuh, anehnya, kepada seorang pemuda yang belum pernah dilihatnya, belum pernah dia dengar suaranya, dan belum tergambar wujudnya dalam benak. Hanya karena kabar. Hanya karena cerita yang beredar. Bahwa pemuda ini tampan bagai Nabi Yusuf zaman ini. Bahwa akhlaqnya suci. Bahwa ilmunya tinggi. Bahwa keshalihannya membuat iri. Bahwa ketaqwaannya telah berulang kali teruji. Namanya kerap muncul dalam pembicaraan dan doa para ibu yang merindukan menantu.

Gadis pujaan itu telah kasmaran sejak didengarnya sang bibi berkisah tentang pemuda idaman. Tetapi begitulah, cinta itu terpisah oleh jarak, terkekang oleh waktu, tersekat oleh rasa asing dan ragu. Hingga hari itu pun tiba. Sang pemuda berkunjung ke kota si gadis untuk sebuah urusan. Dan cinta sang gadis tak lagi bisa menunggu. Ia telah terbakar rindu pada sosok yang bayangannya mengisi ruang hati. Meski tak pasti adakah benar yang ia bayangkan tentang matanya, tentang alisnya, tentang lesung pipitnya, tentang ketegapannya, tentang semuanya. Meski tak pasti apakah cintanya bersambut sama.

Maka ditulisnyalah surat itu, memohon bertemu. Dan ia mendapat jawaban. ”Ya”, katanya.

Akhirnya mereka bertemu di satu tempat yang disepakati. Berdua saja. Awal-awal tak ada kata. Tapi bayangan masing-masing telah merasuk jauh menembus mata, menghadirkan rasa tak karuan dalam dada. Dan sang gadis yang mendapati bahwa apa yang ia bayangkan tak seberapa dibanding aslinya; kesantunannya, kelembutan suaranya, kegagahan sikapnya. Ia berkeringat dingin. Tapi diberanikannya bicara, karena demikianlah kebiasaan yang ada pada keluarganya.

”Maha Suci Allah”, kata si gadis sambil sekilas kembali memandang, ”Yang telah menganugerahi engkau wajah yang begitu tampan.”

Sang pemuda tersenyum. Ia menundukkan wajahnya. ”Andai saja kau lihat aku”, katanya, ”Sesudah tiga hari dikuburkan. Ketika cacing berpesta membusukkannya. Ketika ulat-ulat bersarang di mata. Ketika hancur wajah menjadi busuk bernanah. Anugerah ini begitu sementara. Janganlah kau tertipu olehnya.”

”Betapa inginnya aku”, kata si gadis, ”Meletakkan jemariku dalam genggaman tanganmu.”

Sang pemuda berkeringat dingin mendengarnya. Ia menjawab sambil tetap menunduk memejamkan mata. ”Tak kurang inginnya aku berbuat lebih dari itu. Tetapi coba bayangkan, kulit kita adalah api neraka; yang satu bagi yang lainnya. Tak berhak saling disentuhkan. Karena di akhirat kelak hanya akan menjadi rasa sakit dan penyesalan yang tak berkesudahan.”

Si gadis ikut tertunduk. ”Tapi tahukah engkau”, katanya melanjutkan, ”Telah lama aku dilanda rindu, takut, dan sedih. Telah lama aku merindukan saat aku bisa meletakkan kepalaku di dadamu yang berdegup. Agar berkurang beban-beban. Agar Allah menghapus kesempitan dan kesusahan.”

”Jangan lakukan itu kecuali dengan haknya”, kata si pemuda. ”Sungguh kawan-kawan akrab pada hari kiamat satu sama lain akan menjadi seteru. Kecuali mereka yang bertaqwa.”

Ah, perjuangan cinta si perempuan itu tampak nyata tidak indah. Memang benar ia orang yang romantis dan memiliki daya khayal yang tinggi serta kemampuan merangkai kata yang indah. Namun, semuanya berbau aroma syaitan dan nafsu. Kesucian cinta yang seharusnya ada di dalam hatinya dan mengejawantah di dalam laku juangnya ternyata tergerus oleh badai hawa nafsu. Selain persoalan ikhtilath yang terjadi di antara mereka, si perempuan itu tidak menunjukkan juang cintanya dalam bentuk yang halal. Semuanya di luar bingkai pernikahan. Begitu hitam dan memalukan yang mendengar kisahnya. Semua bermula tatkala si perempuan mulia itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

“Di kota Kufah,” tulis Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Mubibbin, “Ada seorang pemuda yang tampan sekali wajahnya, rajin beribadah, dan berijtihad. Suatu hari dia singgap di suatu kaum dari An Nakha’. Di sana pandangannya terpapas dengan seorang gadis yang cantik jelita dari kaum itu, sehingga dia langsung jatuh cinta kepadanya. Dia pun berpikir untuk menikahinya. Dia singgah di tempat yang lebih dekat dengan rumah gadis itu, lalu mengirim utusan untuk menyampaikan pinangan kepada ayah sang gadis. Namun, dia dikabari ayahnya, bahwa gadis itu sudah dipinang oleh anak pamannya sendiri.”

Lelaki shalih dan perempuan itu ternyata telah saling mencinta. Dan status si perempuan yang telah dipinang membuat mereka tidak bisa bersatu. Gelora cinta dan asmara begitu menggebu di antara keduanya. Tatkala si perempuan sudah demikian merasa berat, maka ia mengirim utusan kepada lelaki itu.

“Aku sudah mendengar tentang besarnya cintamu kepadaku. Aku pun sedih karenanya. Jika kamu mau, aku bisa menemuimu. Atau jika kamu mau, maka aku bisa mengatur cara agar kamu bisa masuk ke dalam rumahku,” kata utusan itu menirukan pesan si perempuan.

Lagi-lagi, pernyataan cinta dan perjuangan untuk dapat membersamai ini kembali dicoret dengan warna buram menghitam. Keindahan cintanya di antara sepasang manusia itu ternodai oleh niat yang tidak lempang. Terpesong dari jalan cinta rabbani. Namun, ada yang indah dari kisah ini. Tatkala mendengar tawaran dari si perempuan yang sedang mabuk kepayang oleh cinta itu, sang pemuda malah menjawab, “Tidak adakah pilihan di antara dua hal yang dicintai ini? Sesungguhnya aku takut azab hari yang besar jika aku mendurhakai Tuhanku. Sesungguhnya aku takut api neraka yang baranya tidak pernah padam dan tidak surut jilatannya.”

Mendengar jawaban dari lelaki yang dicintainya itu, si perempuan meluncur di titik balik. Ia tersadar atas khilafnya dalam perjuangan cinta yang ia lakukan. Ia sadar dan bertobat. Ia mengabdikan dirinya pada Allah dan hanya beribadah semata. Memisahkan diri dari keluarganya. Namun begitu, ia tetap tidak mampu memadamkan rasa cintanya dan kerinduannya kepada sang pemuda hingga meninggal dalam keadaan seperti itu. Mereka memang akhirnya tidak pernah saling membersamai dalam singgasana pernikahan, tapi masih terasa indah akhirnya. Kesucian diri dari maksiat atas nama cinta. Kisah serupa juga dialami oleh Abdurahman bin Abu Ammar yang dicintai oleh seorang perempuan Mekah yang menyatakan cintanya dan mengajaknya berbuat mesum. Namun, cintanya pada Allah menuntunnya tetap menjaga kesucian diri. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Memperjuangkan cinta bagi seorang perempuan adalah keputusan yang sulit. Di sana dibutuhkan keberanian yang berlipat-lipat dibandingkan dengan perjuangan cinta seorang lelaki. Ada adat, tradisi, dan karakter jiwa yang harus dilawan untuk mampu mengambil keputusan besar itu: memperjuangkan cinta. Rasa malu yang dimiliki perempuan dalam urusan cinta sangatlah mendalam. Oleh karena itu, Rasulullah menjelaskan bahwa kemauan seorang perempuan akan pinangan seorang lelaki adalah dengan diamnya, dalam arti tidak menolak, tanpa perlu mengiyakan dengan rangkaian kata-kata. Namun, kekuatan cinta memang dahsyat dan menggerakkan.

Dalam Shahih-nya, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika berada dalam sebuah majelis Rasulullah, seorang perempuan berdiri dan berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau mau kepadaku?” Dalam kesempatan lain, perempuan yang lain datang pada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah saya datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.”

Hadits tentang perempuan yang pertama diriwayatkan oleh Tsabit Al Bunani dalam Bab Seorang Perempuan Menawarkan Dirinya Kepada Lelaki Shalih. Sedangkan hadits tentang perempuan kedua diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad. Meskipun kedua bentuk penghibahan diri perempuan ini adalah hal yang khusus bagi Rasulullah sebagaimana dicantumkan dalam Surat Al Ahzab ayat 50, tapi menawarkan diri untuk dinikahi lelaki shalih adalah hukum umum yang berlaku untuk semua lelaki shalih.

“Di antara kehebatan Bukhari di sini,” kata Ibnu Al Munir, sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, “Adalah dia tahu bahwa kisah perempuan yang menyerahkan dirinya ini bersifat khusus. Maka, dia beristinbath (menyimpulkan hukum) dari hadits ini untuk kasus yang tidak bersifat khusus, yaitu diperbolehkannya seorang perempuan menawarkan dirinya kepada lelaki yang shalih karena menginginkan keshalihannya. Hal itu boleh dilakukan.”

“Hadits tadi memuat dalil bolehnya seorang perempuan menawarkan dirinya kepada laki-laki shalih. Perempuan itu juga boleh memberitahukan bahwa ia mencintai laki-laki tersebut karena keshalihannya, keutamaan yang dimilikinya, keilmuannya, dan kemuliannya. Sungguh ini bukan suatu perangai jelek. Bahkan, ini menunjukkan keutamaan yang dimiliki perempuan itu,” kata Imam Al ‘Aini.

Masih dari Fathul Bari, dalam Kitab Tafsir, diterangkan bahwa perempuan yang menawarkan diri itu adalah Khaulah binti Hakim, dan ada yang mengatakan Ummu Syarik atau Fathimah binti Syuraih. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa perempuan itu adalah Laila binti Hathim, Zainab binti Khuzaimah, dan Maimunah bintul Harits.

“Dari hadits tentang seorang perempuan yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah ini,” kata Ibnu Hajar, “Dapat disimpulkan bahwa barangsiapa dari kaum perempuan yang ingin menikah dengan orang yang lebih tinggi darinya, tidak ada yang harus dirasakan malu sama sekali. Apalagi kalau niatnya baik dan tujuannya benar. Katakanlah, umpamanya karena lelaki yang ingin dia tawarkan itu mempunyai kelebihan dalam soal agama, atau karena rasa cinta yang apabila didiamkan saja dikhawatirkan dapat membuatnya terjerumus pada hal-hal yang dilarang.”

Bagi kebanyakan kita, mungkin juga termasuk saya dan Anda, jika mendengar seorang perempuan yang menawarkan diri untuk dinikahi oleh seorang lelaki shalih, mungkin kita akan berkata seperti yang dikatakan oleh putri Anas yang kala itu menyaksikan sebentuk perjuangan cinta itu, “Alangkah sedikit rasa malunya. Sungguh memalukan! Sungguh memalukan!”

Namun, saya lebih suka perkataan yang disampaikan oleh sang ayah, Anas, kepada putrinya itu, “Dia lebih baik daripada kamu. Dia mencintai Rasulullah, lalu dia menawarkan dirinya untuk beliau.”

(sumber: dakwatuna.com)

Read more...

>> Rabu, 06 Oktober 2010




MOHON MAAF UNTUK SEMENTARA WAKTU BLOG DALAM PERBAIKAN...

Read more...

PESANTREN RAMADHAN

>> Minggu, 22 Agustus 2010




IKUTI PESANTREN RAMADHAN
"Agar Masa Muda Lebih Bermakna"

InsyaAllah diselenggarakan besok:
AHAD, 29 AGUSTUS 2010
Jam 08.30 - 18.00 WIB
Di Aula SDIT Nur Hidayah
(Jl. Pisang No. 12 Kerten, Laweyan, Surakarta)

Kontribusi: Rp. 7.000
Fasilitas: Majalah Forspent, Game, dooprize, Hiburan, Buka Puasa.

Ikuti acara menariknya:
- AMT Bersama Ustadz M. Mukhlis Khalid
- Nonton Film Bareng
- Nikmati SERABI RAMDAHAN bersama:
Ustad Gun-gun, S.Psi, S.Pd.I, MM dan
Ustadzah Suswati (Pengasuh Cafe Curhat Forspent)
- Dimeriahkan oleh Drama dan Nasyid dari ARISM VOICE Boyolali, dan Tim TeeN

Pendaftaran:
Ikhwan : Amin 085643107376
Akhwat : Yulia 085647533788

acara ini terselenggara oleh:
FORMASJA bekerjasama dengan FORSPENT HIZ FM

Read more...

ANGGOTA GEN' RABBANI FORSPENT

>> Minggu, 01 Agustus 2010


Saatnya anda bersilaturahim, menjalin ukhuwah diantara kita semua. Jadikan hidup ini indah dengan ukhuwah di hati. Jadikan hari-hari kita akan menjadi lebih bermakna dengan ikatan persaudaraan dan kekeluargaan. Gen' rabbani adalah wadah bagi anda yang ingin menjadi bagian dari komunitas kami "forspent", merajut ukhuwah dan membina persaudaraan. Yuk, kita jadikan hidup lebih hidup dengan ukhuwah tanpa memandang apapun.
Berikut Nama-nama Anggota Gen'Rabbani yang sudah mendaftar:

SOLO

1. Nana Gurawan, Surakarta, 16 Mei 1985
2. Uswah, Gading. Ska, 14 Mei 1986, Guru Tk
3. Alya , 17 Sept 1989 Jl Parang Kusumo No 82, Sondakan, Laweyan, Surakarta
4. Husna, Surakarta 4 Januari 1989 Kragilan Kadipiro Ska
5. Faidatun Nur Chasanah, 16 Okt 1987 Jln Tejomoyo 6/4 Panularan,Laweyan Solo
6. Tika 11 Agustus 1993 Solo
7. Rahmadi Surakarta 18 Juli 1989 Gebang Rt 02 Rw 11 Kadipiro,Surakarta
8. Rahmat& Surakarta 28/11/86 Solo, Mahasiswa
9. Amin Solo 30 Desember 1984 Sasonomulyo Rt01/02 Baluwarti Pasar Kliwon
10. Sanggrahan 22 September 1988
11. M. Amin El Hanif 22091988 Swasta Sanggrahan
12. Heru 13 Mei 1986 Kadipiro Solo
13. Heru Surakarta 13 Mei 1980 Swasta Kadipiro Solo
14. Zuli Wahyu Karanganyar 10 Juli 1984, Jl. Cokrobaskoro No 18 Tipes, Solo
15. Maliq 25 April 1987 Semanggi Jl. Cempaka Rt 02/Rw 20 Pasar Kliwon Surakarta
16. Miftahul Khoiriyah 270787 Jajar 02/08 Laweyan Surakarta
17. Retno Mansaska 05 September 1994
18. Thika Ska 14 Maret 1992 Tipes
19. Burhans Sukoharjo 19 April 1988 Solo
20. Rya Mansaska
21. Yudi 29 September 1991 Reksoniten
22. Novitri 10 November 1988 Pajang Surakarta
23. Fanika 14 Januari 1988 Pajang Surakarta
24. Rinto 26 April 1987 Pajang Surakarta
25. Syahdabdulloh 05 Mei 1990 Ma’had Abu Bakar Assyidiq, Ums
26. Mery Bogor 17 Nopember 1992 Semanggi
27. Ihsan 08 Juni 1987 Kemlayan Rt 02/04 Surakarta
28. Desti Rusmini 28 Desember 1987 Bayat
29. Efendi Yusuf Mojosongo 04 Nopember 1993
30. Eka Puji Tipes, Serengan, Solo. Blora, 23 Mei 1990
31. Zubaidi Machfud Boyolali 22 Oktober 1963 Jajar Rt 05/04 Laweyan
32. Mufida Bogor, 21 Mei 1988 Sampangan Rt 02 Rw 09 Pasar Kliwon
33. Atina Ska, 28 Januari 1992 Losari
34. Mashitoh Solo
35. Suzan Dewi Mojosongo Surakarta 31 Mei 1993
36. Desti Rusmini 28 Desember 1987 Bayat
37. Ihsan 08 Juni 1987 Kemlayan Rt 02/04 Surakarta
38. Puji Solo 28 Desember 1991 Gremet
39. Arief Pati,06 Mei 1989 Aspol, Panularan, Surakarta
40. Siti Surakarta, 27 Mei 1991
41. Kurniawan Solo, 28 Nov 86 Solo Timur
42. Tika 110893 Solo (085229453054)
43. Zuli Wahyu Karanganyar 10 Juli 1984 Jl. Cokrobaskoro No 18 Tipes Surakarta
44. Budiyanto Surakarta Mipitan 06/29 Jebres Mj9 Ska
45. Fitri Nur Kholifah Ponorogo, 31 Mei 1988 Mahasiswa Jebres
46. Rofit Skh 27 Nopember 1991 Manggaran-Telukan

SUKOHARJO

1. Neisya, Sukoharjo 09 Januari 1989
2. Pipi Nurjanah, Gentan, Sukoharjo, 24 Oktober 1991, Mahasiswi
3. Dwi Susanti Skh 24 Mei 1989 Mahasiswa
4. Aji Saka Skh, 08 April 1983 Wiraswasta Dalangan 02/01 Twsari, Skh
5. Fikri Surakarta 18 Juli 1989 Sukoharjo (085728075039)
6. Endar Upiana Sukoharjo 22 Juni 1989 Tambakboyo Rt.05/02Nguter Sukoharjo
7. Hanief Prastiwi, Sukoharjo 15 Oktober 1988 Pucangan, Kts
8. Abdullah 01 Mei 1990
9. Sari Listyowati 15 September 1992 Kentingan Rt 01/36
10. Lathifah ’13 Februai 89’ Pucangan Kartasura, Mahasiswi STAIN
11. Wawan 29 Maret 1992
12. Lathifah Nur Hidayati 21 Feb 1992 Kragilan 1/6 Nguter, Sukoharjo 57571
13. Ferawati Listianingsih Wonogiri, 22 0989 Nguter Sukoharjo, Mahasiswi
14. Endah Wigati 29 Oktober 1987 Jatiteken Rt 02 Rw 05 Laban Mojolaban Skh
15. Fauzia Surakarta, 6 Oktober 1992 Makamhaji, Pelajar
16. Ida Rahma 13 Januari ’89 Pucangan Kartasura
17. Iin Batang 22 Desember 1988 Makam Haji
18. Ianatul Khoiroh,22 Des 1988 Mahasiswa,Sidomulyo 02/03 Makamhaji,Sukoharjo
19. Hanif Fakhrunnisa, 09 Sept 1993 Jalan Tunggorono G 45 Perum Telukan,Grogol
20. Natalia Nurkhasanah Skh, 23 Okt 1992 Pelajar,Cangkol, Mojolaban, Skh
21. Abdurrochim 03 April 1987 Ngruki Rt 06/16 Cemani Sukoharjo
22. Cahyo Wibowo Surakarta, 20/11/87 Tambak, Grogol Sukoharjo
23. Dion 20 September 1992
24. Yuli Suryani, Sukoharjo 29 Okt 1986 Jengglong Jatisobo Skh
25. Jatmiko, Sukoharjo 10 Juli 1987 Kaliniti, Siwal, Baki, Sukoharjo
26. Tutik Sukoharjo, 17 Agustus 1987 Kresan Rt 02 06 Waru Baki Sukoharjo
27. Ridho 02 Mei 1992 Kresan Rt 01 Rw 06 Waru Baki Skh
28. Puput Boyolali 13 Agustus 1990 Kartasura
29. Muhammad Sobirin Sukoharjo 18 01 91 Tgal Sari, Lngharjo, Grogol
30. Agus Pujianto Sukoharjo 14 Agustus 1987 Kresan, Waru Baki Sukoharjo
31. Dewi Ska 24 07 1991 Nusupan Rt 01/V Kadokan, Grogol, Skh
32. Nuning 15 September 1990 Makamhaji, Kartasura
33. Lala 07 April 1991 Mendungan Kartasura
34. Aziz Mutaqin 28-10-1986, Sukoharjo
35. Zahra Sukoharjo, 5 Juni 1993 Polokarto
36. Eko Sukoharjo 7 April 1983
37. Lutfi Ngares Bulakan Skh
38. Iffah Huryyah Sukoharjo 5 Mei 1994 Polokarto

SRAGEN

1. Wahyu Windarsih, Sragen 09 September 1986 Sukorejo
2. Dewi Istitik Sragen 31 Juli 1984 Masaran
3. Murni Sragen 29 September 1984
4. Zakiyah Arrohmah Surakarta, 20 Maret 1994 Masaran, Sragen
5. Nur Rochmah Sragen, 10 Des 1995 Pendem Rt15, Rw 05 Sumberlawang Sragen
6. Abu Shaleh Sragen 17 Juni 1987, Dungus Rt 15 Karanganyar Plupuh Sragen
7. Asih 16-9-1991 Pelajar Sumberlawang
8. Esti Setyarini Sragen 23 September 1992 Pelajar Sumberlawang
9. Ayu Sekar Wulandari 07 Maret 1996 Kedungdowo, Sumberlawang, Sragen
10. Donny Sragen, 20 Agustus 1990 Bulurejo,Pendem Rt15/Rw5
11. Handayani, 13 Mei 1992 Sragen
12. Mila Rusmiati Jakarta 19 Mei 1993 Gemolong
13. Lusiana Sragen, 3 Juni 92 Jatibatur, Gemolong
14. Warsini Sragen 3-12-1996 Pelajar Sumberlawang
15. Zaini Sragen 12 Juni 1978 Plupuh Sragen
16. Miftha Fadliati Sragen 16 November 1993 Ngargosari Sb Lw Sragen
17. Titik Sholihah Sragen 28 Juli 1985 Masaran
18. Enik Sragen 24-10-1992 Miri
19. Rian Sragen, 29 Desember 1996 Bulurejo, Pendem Rt 15
20. Ririn Widiyastuti Karanganyar, 02 Juli 1992 Pelajar Mudal, Soka, Miri, Sragen
21. Wulandari Karanganyar, 9 Februari 1994 Mudal, Soka, Miri, Sragen
22. Eko-Sragen Mojoroto Rt19 Kr.Asem
23. Fadhilah Sragen, 08/01/1990 Gemolong
24. Nia 10 September 1989 Masaran
25. Erni Rahmawati Sragen, 3 Oktober 1991 Pelajar Gemolong
26. Lesta Sragen, 20-12-1990
27. Sri Lestari 20 April 1991, Kragilan, Gemolong, Sragen
28. Nur Rochmah Sragen, 10 Desember 1995 Pendem, Rt 15, Sumberlawang
29. Rochmawati, Sragen, 19 September 1986 Masaran
30. Diah Ayu K, Sragen 26 Desember 1991 Loji Rejo Gemolong
31. Titik Sholihah Sragen 27 Juli 1985 Masaran
32. Agung Budi Santoso Toro Kidul Sumberlawang Sragen17 April 1995 Pelajar
33. Ayu Sekar Wulandari , Sumberlawang Sragen 07-03-1996
34. Rahmad Sragen 19051992 Sumberlawang
35. Sri Haryanti Sumberlawangsragen, 31 Agustus 1991
36. Vita Kalijambe 30 Maret 1993
37. Irma Fatmawati Andong Sragen 21 Mei 1992
38. Fitri 01 Juli 1988 Sumberlawang Pelajar
39. Ida Miri Sragen 25 Desember1996
40. Rudi Sragen Kalijambe
41. Effendy 30-09-1992 Kalijambe
42. Nining Madiyanti Bulurejo, Sumberlawang Sragen, 12 Des 91
43. Sri Lestari Gemolong Sragen, 20 April 1991
44. Rofingatun 14 Juni 1988 Sidorejo, Kalikobok, Tanon, Sragen
45. Annisa’usholihah, Masaran, Sragen, Pilang Bangu 08 Feb 1988
46. Harun, Sragen, 03 Maret 1994.
47. Adilla Shofiya Hanif 09 April1992 Sragen
48. Kasih Sragen 29 Maret 1992 Mondokan Sragen
49. Sri Haryanti 31 Agustus 1991 Sumberlawang
50. Dwi Jatmiko Sragen 24 Oktober 1996 Pendem
51. Nur Sukorejo Rt 5 Miri, Sragen, 27 Okt 1996
52. Andy 03 Maret 1994 Sragen
53. Kasih Rumiyatin Sragen, 29 Maret 1992 Mahasiswi, Mondokan
54. Abul Fata Sragen 21 Feb 1990 Pengkok Sragen
55. Idris Isa Sragen 28 Desember 1991


BOYOLALI

1. Rahmat Murdani Sambi, Boyolali 05 Agustus 1992
2. Imron Aristyanto Sambi, Boyolali 02 Maret 1992
3. Paryanto Demangan, Boyolali
4. Noviyana Andriyastuti, Boyolali, 15 November 1990, Mahasiswi
5. Nurdien, Ttl: Boyolali, 01 Mei 1990 Simo-Boyolali
6. Erna Hidayati, 05 Agustus 1984 Rt 05 Rw 01 Bendo Nogosari Boyolali
7. Pkd 12 Mei Boyolali
8. Medi Boyolali 5 November 1990
9. Joko, Jatisari, Sambi
10. Nikmah Siti Sholikah 20 November 1990 Kacangan Andong Boyolali
11. Eni, 25 Maret 1985 Teras Boyolali
12. Ichwanudin Simo 09 Maret 1993
13. Tri Harsono Suren, Byl: 23 September 1992
14. Giyono Saputro: Demangan, Teras
15. Saputra, Boyolali, Pelajar, Cengklik Demangan Sambi Boyolali
16. M. Bashori Jagoan, Simo 27 Agustus 1992
17. Ichwan Setiawan Glintang, Boyolali 15 Agustus 1992
18. Siti Khomariah 07 Juni 1992 Mutihan, Sambi
19. Toni Boyolali 25 Juni 1986
20. Suwarno 12 Oktober 1991 Jatisari, Sambi
21. Hrno 12 Mei Teras Boyolali
22. Bayu Suroso Tempursari, Boyolali 11 Januari 1992
23. Saryono. Brongkos, Sambi 10 Juni 1992
24. Ika Wahyu Siti Fatimah Boyolali 1989 Boyolali
25. Eko Fitriyanto, Dadapan Kepoh Sambi, 20 03 1993
26. Eni I Boyolali, 25 Maret 1985, Mahasiswi, Calon Manajer
27. Dedip Boyolali 29 Juli 1992 Karangpilang Jagoan Sambi Boyolali
28. Rohmadi Karanganyar 28 Februari 1988 Ngemplak Boyolali
29. Aryfah Boyolali Byl 23 Agustus 1992
30. Istnaini Nur Rohmah Byli 09 Mei 1992 Sambi, Boyolali
31. Nurul Boyolali Klaten, 12 Mei 1990
32. Nur Muslihah Boyolali 11 Nopember 1990 Boyolali
33. Setiaji Gilang Banyudono Boyolali 05 September 1992
34. Nurul Boyolali 09 September 1991
35. Ardhan Boyolali Boyolali 31 Maret 1992

KARANGANYAR

1. Arif Sudarsono 02 Mei 1983 Jl. Pringgodani, Blumbang Rt 04 Rw 02
2. Betty Windasari, 4 Januari 1990 Mekar Asri, Popongan, Karanganyar
3. Dania Karangasem. Karanganyar 8 Maret 1990
4. Arif,19 Oktober 1990 Perum Samirukun Rt.06 Rw.XI, Gondang Rejo Mj9,Kra
5. Tarwati Karanganyar 03 Oktober 1983 Karangpandan
6. Mursidi Rohmat Karanganyar, 16 Maret 1992
7. Tri 3 Juli 1987
8. Sutrisno, 03 Juli 1987, Jeruk Sawit,Gondangrejo, Karanganyar
9. Prasty 11 Des 86 Matesih Karanganyar
10. Rona Jati Kelana, Kra 7 Juli 1993, Sambirejo 02/8, Gondangrejo, Kra Pelajar
11. Isti Plesungan Kra 19 Maret 1992 Pelajar
12. Novitasari Ganarsih, Sambirejo Rt 02/8, Kra 21 Nopember 1991 Swasta
13. Budhysulitiyono Karanganyar 13 Oktober 1986 Karanganyar
14. Varids 26 Juni 1988 Karanganyar

KLATEN


1. Sari_Tempursari, Klaten Klaten 02 Desember 1987
2. Aditz Klaten 23 Januari 1990
3. Siti Nurjanah Tegalrejo Rt 25 Rw 05, Gedaren, Jatinom Klaten
4. Y. Jarwanto 01 Juni 1981 Sawit, Kurung, Ceper, Klaten
5. Yuli Gumulan Rt1rw1 Klaten Tengah Klaten 03 Juli 1972
6. Ninik Yuliati 3 Juli 72 Guru Gumulan
7. Supardi 11/05/1967 Kranggan Polanharjo Klaten
8. Muh. Fathur Rosyid Klaten, 9-03-84. Nanggulan, Wonosari Klaten
9. Sinta & 18-08-1986 Kranggan Polanharjo Klaten
10. Mustofa Magelang 23 Mei 84 Kerobyogan Kurong Ceper Klaten
11. Amynah Tuzzuhriah Magelang Klaten 12 Januari1988
12. Abimanyu Klaten, 20 11 1990 Klaten
13. Abdullah Umar Mundu, Tulung, Klaten Klaten, 18 Agustus 1988
14. Dani 01 Nov 1992 Polanharjo Klaten Pelajar
15. Tari, Klaten, 14-6-1985 Gaten Rt 01 Rw 04 Kujon, Ceper, Kltn
16. Arum, Ronggolanan Polanharjo Klaten, 01091994 Pelajar
17. Arwan Jatinom Klaten, 24/04/1990
18. Heru Klaten 20 Juli 1984
19. Yunika Atsariyya 2 Februari 1990 Bayat, Klaten
20. Tya Cilacap 31 Januari 1986 Klaten


NON DAERAH

1. Iin Wulandari 16 April 1993 Mondokan
2. Mei Wulansari 08 April 1993 Kalioso
3. Edi Tirto Ngaringan, Grobogan. 7 Juli 1984 Wiraswasta
4. Nuri Purwanti Palangkaraya Wonogiri, 20 November 1991
5. Wahyu Puspita, 16 Sept 1988 Mahasiswa Gentan Lor Rt.2/3 No.21 Boja Kendal
6. Risti 11 November 1991 Welar Single
7. Sri Murtini Grobogan 08 Oktober 1987 Mahasiswa Rhi 07, Semarang
8. Ninik Yuliati Jogodayoh Lor. 03 Juli 1972 Guru
9. Nur Kamidah Grobogan 20 Pebruari 1989 Guru
10. Sekar Kusuma, Tanjung Anom Rt 1 Rw 6
11. Nihlatul Laili Grobogan 24 Desember 1987 Mahasiswa
12. Hendro 13131991 Wonogiri Pelajar
13. Siti Masriah Grobogan 16 Januari 1978 Kadus
14. Bilal 04031989 Salatiga

BELUM TERGABUNG DI GEN' RABBANI???
Daftarkan segara diri antum bersama ratusan pecinta ukhuwah sejati, nikmati indahnya ukhuwah bersama kami. Caranya:
Ketik: FORS (spasi) GABUNG (spasi) NAMA (spasi) TTL (spasi) ALAMAT
kirim ke 085647226142.

Read more...

TALK SHOW PRA NIKAH

>> Jumat, 30 Juli 2010



Hadirilah
TALK SHOW PRA NIKAH
mempersiapkan diri menuju ikatan suci

bersama:
Ust. HATTA SYAMSUDDIN, Lc
(Penulis | Konsultan | Dosen Ma'had Abu Bakar Ash Shidiq)

Insya Allah besok pada:
hari AHAD, 08 Agustus 2010
jam 13.00 - 15.00 WIB
Di Pameran Buku Murah Nasional Solo
As Salam Hypermarket (ex. Goro As Salam)
Jl. Ahmad Yani 308 Kartasura

Acara ini Gratis dan terbuka untuk umum
Ikhwan dan Akhwat

Diselenggarakan oleh:
FORSPENT COMMUNITY
dan NeTRAL ORGANIZER

Read more...

MENJUAL WAKTU DENGAN PAHALA

>> Kamis, 22 Juli 2010


“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-hadid: 16)

Maha Suci Allah yang menggantikan malam dengan siang dan petang pun menyongsong malam. Hari berlalu menyusun minggu. Hitungan bulan-bulan membentuk tahun. Tanpa terasa, pintu ajal kian menjelang. Sementara, peluang hidup tak ada siaran ulang.

Siap atau tidak, waktu pasti akan meninggalkan kita

Sejauh apa pun satu tahun ke depan jauh lebih dekat daripada satu detik yang lalu. Kerana waktu yang berlalu, walaupun satu detik, tidak akan dapat dimanfaatkan lagi. Ia sudah jauh meninggalkan kita.

Begitu pun dengan pelbagai kesempatan yang kita miliki. Pagi ini adalah pagi ini. Kalau datang siang, ia tidak akan pernah kembali. Kalau kesempatan di pagi ini habis, hilang sudah momentum yang boleh diambil kerana belum tentu kita berjumpa dengan pagi esok.

Itulah yang pernah menggugah Umar bin Abdul Aziz. Suatu malam, kerana sangat letih, Umar menolak kunjungan seorang rakyat. “Esok pagi saja!” katanya spontan. Khalifah Umar berharap esok pagi ia boleh lebih segar sehingga urusan dapat diselesaikan dengan baik.

Tapi, sebuah ucapan tak terduga tiba-tiba menyentak kesadaran Khalifah kelima ini. Rakyat itu mengatakan, “Wahai Umar, apakah kamu yakin akan tetap hidup esok pagi?” Umar pun langsung beristighfar. Saat itu juga, ia menerima kunjungan rakyat itu.

Kalau kita menganggap remeh sebuah ruang waktu, sebenarnya kita sedang membuang sebuah kesempatan. Kalau pergi, kesempatan tidak akan kembali. Ia akan pergi bersama berlalunya waktu. “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (Al-Ashr: 1-2)

Siap atau tidak, jatah waktu kita terus berkurang

Ketika seseorang sedang merayakan hari ulang tahun, sebenarnya ia sedang merayakan berkurangnya jatah usia. Umurnya sudah berkurang satu tahun. Atau, hari kematiannya lebih dekat satu tahun. Dalam skala yang lebih luas, pergantian tahun adalah bererti berkurangnya umur dunia. Atau, hari kiamat lebih dekat satu tahun dibanding tahun lalu.

Ketika jatah-jatah waktu itu terus berkurang, peluang kita semakin sedikit. Biasanya, penyesalan datang lewat. “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal soleh) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 23-24)

Tak ramai yang sedar, begitu banyak peluang menghilang

Kadang-kala, seseorang menganggap biasa mengisi hari-hari dengan santai, televisyen, video game dan bermacam lagi. Sedikit pun tidak muncul rasa kehilangan. Apalagi penyesalan.

Padahal kalau dihitung, amal kita akan terlihat sedikit jika dibanding dengan kesibukan rutin lain. Dengan usia tiga puluh tahun, misalnya. Selama itu, jika tiap hari seorang tidur lapan jam, ia sudah tidur selama 87 600 jam. Ini bersamaan dengan 3650 hari, atau selama sepuluh tahun. Dengan kata lain, selama tiga puluh tahun hidup, satu pertiga cuma dihabiskan untuk tidur.

Jika orang itu menghabiskan empat jam menonton televisyen, setidaknya, ia sudah menonton televisyen selama 43200 jam. Itu sama dengan 1800 hari, atau lima tahun. Bayangkan, dari tiga puluh tahun hidup, lima tahun cuma habis menonton televisyen. Belum lagi urusan-urusan lain. Cakap kosong, mengumpat, jalan-jalan dan sebagainya.

Lalu, berapa banyak waktu untuk ibadah? Kalau satu solat wajib menghabiskan waktu sepuluh minit, satu hari ia solat selama lima puluh minit. Ditambah zikir dan tilawah selama tiga puluh minit, kalaupun buat, ia beribadah selama lapan puluh minit sehari. Jika dikurangkan sepuluh tahun kerana usia kanak-kanak, ia baru beribadah selama 1600 jam. Atau 1.8 peratus dari waktu tidur. Atau 3.7 peratus dari waktu menonton televisyen.

Betapa banyak peluang yang terbuang. Betapa banyak waktu berlalu tanpa nilai. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran.” (Al-Ashr: 1-3)

Tak seorang pun tahu, bila waktunya berakhir

Tiap yang bernyawa pasti mati. Termasuk manusia. Kalau dikira-kira, usia manusia saat ini tidak lebih dari enam puluh tahun. Waktu yang begitu sedikit.

Saatnya buat orang-orang beriman memaknai waktu. Biarlah orang mengatakan waktu adalah wang. Orang beriman akan berkata, “Waktu adalah pahala!”

(sumber: Halaqahonline)

Read more...

Virus-virus Ukhuwah

>> Rabu, 20 Januari 2010

Saya sedang membaca sebuah buku yang dirasakan bagus jika dapat dikongsi bersama. Sebenarnya dah lama ada 'softcopy'nya, tapi baru sekarang ada kesempatan nak baca. Tajuknya: Virus-virus Ukhuwah Pengarangnya: Abu 'Ashim Hisyam bin Abdul Qadir Uqdah Di sini adalah SEDIKIT mutiara-mutiara yang saya dapati daripada karya HEBAT ini!

1. Ukhuwah adalah suatu NIKMAT yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat Islam. "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu kerana nikmat itu, sebagai orang-orang yang bersaudara." (Ali 'Imran 3: 103)

2. Ukhuwah dan pertautan hati tak akan terikat tanpa perkenan izin oleh Allah SWT, hatta jika manusia membelanjakan segenap hartanya sekalipun.

"Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, nescaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Anfal 8:63)

3. Ganjaran orang-orang yang berukhuwah dan mencintai kerana Allah sangat besar. "Orang-orang yang saling mencintai demi keagungan-Ku akan diberikan padanya mimbar dari cahaya yang dicemburui oleh para Nabi dan syuhada.” (HR Ahmad)

4. Namun, Ukhuwah yang terbentuk itupun kadang-kadang 'bisa' TERUNGKAI tatkala diserang virus-virusnya! Baiklah, berikut adalah tips-tips untuk MEROSAKKAN ukhuwah yang dapati daripada buku tersebut (saya hanya senaraikan sebahagian);

* Berbicaralah pada Saudaramu dengan Nada yang Tinggi dan Kasar "Dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya suara yang paling jelek adalah suara keledai" (Luqman 31: 19)
* Jangan Mendengar dan Jangan Menghargai Pendapatnya 'Atha' (ulama Salaf) pernah mengatakan; "Ada orang yang memberitahuku tentang suatu hadith, padahal aku telah mengetahuinya sebelum dia dilahirkan lagi, namun kesopanannya mendorongku untuk tetap mendengarnya hingga selesai."
* Selalulah Berbantahan dengannya walaupun Sekecil-kecil Perkara "Tiada kaum yang menjadi sesat setelah mendapat petunjuk kecuali kerana mereka suka saling berbantah-bantahan. " (HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
* Kritiklah dengan Keras Sehingga Perasaannya Terluka. Dr Abdullah Al Kathir pernah menceritakan; "Semua orang menyukai siapa saja yang memperbetulkan kesalahannya tanpa melukai perasaannya." Seorang pensyarah sedang mempersiapkan bahan ceramah yang akan disampaikan di dalam sebuah forum. Namun, bahan yang berhasil disusun olehnya terlalu panjang dan 'detail' sehingga mungkin akan membosankan para pendengar. Dia pun meminta penilaian isterinya, "Bagaimana pendapatmu mengenai bahan ceramah ini?" Dengan penuh bijak si isteri menjawab: "Bahan ceramah ini lebih layak dan sangat baik jika menjadi artikel untuk sebuah majalah ilmiah yang mengkaji tema-tema spesifik." Isterinya secara berhikmah, mengkritik bahan itu terlalu panjang...
* Tegurlah Kesalahannya di Depan Orang Lain (Lagi ramai lagi BAGUS!) Imam Syafi'i pernah bersyair, Nasihatilah diriku di kala aku sendiri Jangan kau nasihati aku di tengah keramaian Kerana nasihat di hadapan umum Adalah sebahagian dari penghinaan Yang tidak suka aku mendengarnya Jika engkau enggan dan tetap melanggar kata-kataku Maka jangan menyesal jika aku enggan menurutimu
* Perbanyakkan 'Negative Thinking' kepadanya dan Jangan Maafkan Kesalahannya Fudhail bin 'Iyadh berkata, "Siapa mencari sahabat tanpa cacat, nescaya sepanjang hidupnya tidak mendapat sahabat." Hasan bin Wahb berkata: "Di antara hak-hak ukhuwah adalah memaafkan kesalahan sahabat dan terbuka atas segala kekurangannya."
* Jika ada Aib atau Rahsia yang Diketahui, Maka Sebarkanlah kepada Orang Ramai "Jika seseorang diberitahu oleh sahabatnya mengenai suatu hal, lalu ia pergi, maka hal tersebut telah menjadi amanah (rahsia yang mesti dijaga) baginya." (HR Daud, Tirmidzi dan Ahmad)
* Mudahlah Untuk Berprangsangka yang Bukan-bukan Tentang Dirinya "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa" (Al Hujurat 49:12) Umar Al Khattab pernah berkata, "Janganlah berprasangka terhadap setiap ucapan yang keluar dari lisan saudaramu kecuali dengan prasangka yang baik, selama kamu masih mendapatkan celah kebaikan dalam ucapannya itu."

Read more...

TARBIYAH ITU PETROL

>> Jumat, 08 Januari 2010

Kenderaan bermotor dan bahan api tak dapat dipisahkan. Ada kenderaan bermotor menggunakan petrol, ada yang guna benzene, ada yang guna kerosene, ada juga yang guna NGV. Kenderaan hybrid terbaru menggunakan hydrogen sebagai bahan api.
Bagi kereta biasa di Malaysia, bahan api yang popular adalah petrol tanpa plumbum RON 98. Walau apa pun bahan api yang digunakan, yang penting, ia diperlukan untuk menghidupkan enjin seterusnya menggerakkan kereta.
Jom kita ambil sedikit ibrah daripada kisah kereta Perodua Kancil dan minyak petrol tanpa plumbum RON 98.
Untuk menghasilkan pembakaran dan menggerakkan piston dalam enjin, petrol perlu masuk ke dalam enjin terlebih dulu. Bekalan petrol yang mencukupi untuk enjin sangat penting. Maka, untuk setiap perjalanan, tangki petrol perlu sentiasa diisi.
Dalam sebuah perjalanan, kereta Kancil akan bergerak selagi mana petrol cukup. Sekiranya petrol kering dan tidak diisi, enjin kereta Kancil tak dapat meneruskan kerja lantas membantutkan perjalanan. Jika pedal minyak ditekan walaupun petrol telah kering, enjin akan terus mati. Setelah enjin mati, ia tak dapat dihidupkan terus setelah mengisi petrol ke dalam tangki. Ia tidak semudah memulas punat kunci. Sedikit isipadu petrol perlu di masukkan ke dalam enjin. Kerja ini agak susah dan leceh untuk dilakukan.
Sebab itu lah, isipadu minyak perlu sentiasa berkadar langsung dengan sejauh mana kilometer perjalanan. Lebih jauh dan laju kereta Kancil memecut, lebih banyak petrol yang diperlukan. Bekalan perlu sentiasa cukup. Andai bekalan petrol hampir kering, kereta Kancil perlu singgah di mana-mana stesen minyak untuk isi tangki. Bekalan yang baru akan menampung perjalanan seterusnya.
Semasa mengisi tangki di stesen minyak, pemilihan jenis bahan api mesti tepat. Jika enjin petrol diisi dengan diesel, rosak lah kereta. Perjalanan terus terhenti. Kena singgah bengkel untuk baiki enjin. Kereta Kancil tersadai 2-3 hari. Rugi masa, rugi tenaga, rugi duit dek kesilapan memilih bahan api.

Petrol Dalam Dakwah dan Tarbiyyah
Dakwah ini perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Bekalan yang sufficient atau lebih sangat-sangat diperlukan untuk meneruskan jalan ini. Seorang akh atau ukht akan pendek nafasnya atas jalan ini andai bekalannya tidak mencukupi. Demikian kaitannya dengan petrol RON 98. Tarbiyyah umpama petrol dalam perjalanan dakwah. Usrah, halaqah, daurah, jaulah etc. adalah stesen-stesen minyaknya. Tugas-tugas dakwah tak dapat diteruskan andai bekalan tarbawi tak mencukupi. Bagaimana mungkin seorang akh mampu bergerak sedang jiwanya kosong. Atas dasar apakah yang mampu menggerakkannya di atas jalan dakwah yang panjang dan berliku ini.
Andai seorang dae’i itu terus memaksa dirinya atau dipaksa untuk menjalankan tugas-tugas dakwah sedang bekalannya tidak cukup, mungkin berlaku seperti enjin kereta Kancil yang kehabisan petrol. Ia akan terhenti. Untuk menggerakkannya kembali, usaha yang lebih sukar dan leceh diperlukan, sama macam mengisi petrol ke dalam enjin yang letaknya jauh di dalam bonet.
Begitu juga halnya jika seorang akh mendapatkan bekalan tarbawi yang tidak tepat. Instead of petrol iman, diesel jahiliyyah yang diisi ke dalam tangki enjin hatinya. Jika ini berlaku, rosaklah hati si akh tersebut dan memaksa proses pembaikan yang mungkin memakan masa yang lama. Banyak juga tenaga, masa dan wang yang perlu dilebur. Nauzubillaah.
Begitulah halnya jalan ini. Bekalan iman yang mendalam dan berterusan adalah pembkar enjin dakwah ini. Hanya tarbiyyah yang berterusan mampu membekalkannya.
Bagaimana tarbiyyah kita? Cukupkah untuk perjalanan yang panjang, jauh dan payah ini?
Wallaahua’lam. Copas: (http://halaqah-online.com/v3/index.php?option=com_content&view=article&id=823:tarbiyyah-itu-petrol&catid=36:tazkiyatun-nafs&Itemid=84)

Read more...

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP